Definisi kejahatan dan metode pengumpulan data kejahatan yang telah dibahas sebelumnya berlaku baik untuk orang dewasa maupun remaja. Seperti halnya kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa, secara umum kejahatan remaja juga mengalami penurunan sejak tahun 1990-an. Sebagaimana akan kita pelajari dalam Bab 6 yang secara khusus membahas kenakalan remaja remaja memang melakukan kejahatan dalam jumlah yang tidak proporsional, tetapi bukan berarti mereka melakukan tindak pidana paling serius. Penembakan di sekolah yang dilakukan oleh remaja dan sering diberitakan di media memang tragis, namun kasus semacam itu sangat jarang terjadi. Selain itu, kejahatan yang dilakukan oleh remaja sering diperlakukan berbeda dibandingkan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Di samping fokus utama pada kenakalan remaja dalam Bab 6, beberapa bagian khusus dalam bab lain juga akan membahas pelaku dan korban remaja. Namun, saat ini penting untuk mengulas beberapa perbedaan awal.
Pertama, tidak semua pelanggaran yang dilakukan oleh remaja secara teknis tergolong sebagai kejahatan. Beberapa perilaku yang disebut sebagai status offense remaja dilarang hanya karena pelakunya masih di bawah umur. Contoh utama dari pelanggaran ini antara lain: kabur dari rumah, melanggar jam malam, mengonsumsi minuman beralkohol sebelum usia legal, bolos sekolah secara rutin (truancy), dan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat sikap yang dianggap “tidak dapat dikendalikan” (incorrigibility). Banyak kriminolog berpendapat bahwa pelanggaran status seperti ini tidak seharusnya dikriminalisasi seperti halnya tindak pidana sungguhan, karena beberapa alasan. Misalnya, pelanggaran status dapat memberi label negatif sebagai “nakal” kepada anak-anak atas perilaku yang sebenarnya tidak membahayakan orang lain. Bahkan, perilaku tersebut sering kali mencerminkan adanya masalah dalam lingkungan tempat anak tersebut hidup (misalnya, anak yang kabur dari rumah mungkin sedang mencoba lari dari kekerasan atau penganiayaan). Di sisi lain, ada pula kriminolog yang berpendapat bahwa tetap penting untuk mencatat pelanggar status demi memberikan bantuan yang mungkin mereka butuhkan. Terlebih lagi, sebagian (meski tidak semua) pelanggar status juga melakukan kejahatan sungguhan seperti pencurian atau perampokan. Penanganan pelanggar status merupakan isu yang kontroversial, sebagaimana akan dibahas lebih lanjut dalam Bab 6.
Perbedaan lain antara perilaku kriminal orang dewasa dan remaja adalah bahwa pengumpulan data terkait kejahatan remaja lebih tidak sempurna dibandingkan pengumpulan data kejahatan orang dewasa. Karakter dan sejauh mana kenakalan remaja baik yang dilaporkan maupun yang tidak dilaporkan ke pihak penegak hukum pada dasarnya masih menjadi area yang belum diketahui sepenuhnya (Krisberg, 1995). Meski demikian, informasi dari berbagai sumber, termasuk Uniform Crime Reports (UCR), laporan pribadi, catatan pengadilan, dan data dari lembaga pemasyarakatan remaja, memberi sedikit gambaran tentang karakter dan cakupan kejahatan remaja.
Ketiga, banyak kejahatan (termasuk pelanggaran status) yang dilakukan oleh remaja dapat dianggap sebagai “ritual peralihan” menuju kedewasaan. Data hasil laporan pribadi menunjukkan bahwa tingkat pelanggaran hukum di kalangan remaja lebih tinggi dibandingkan orang dewasa, tetapi seperti halnya pada pelaku dewasa sebagian besar orang pada akhirnya berhenti melakukan kejahatan. Dalam kasus remaja, kebanyakan berhenti melakukan kejahatan setelah mereka dewasa dan mulai memiliki tanggung jawab sosial yang lebih besar. Para remaja mungkin menunjukkan perilaku menyimpang selama masa SMA atau sedikit setelahnya, tetapi kemudian mereka mulai bekerja penuh waktu, kuliah, menjalin hubungan yang serius, menikah, atau bergabung dengan militer. Oleh karena itu, umum dikatakan bahwa sebagian besar remaja akan “berhenti melakukan kejahatan seiring bertambahnya usia.” Namun, dari sudut pandang psikologis, kita perlu memberi perhatian khusus pada dua kelompok remaja: mereka yang terus melakukan pelanggaran, terutama pelanggaran serius, hingga usia dewasa; dan mereka yang pernah melakukan kejahatan berat saat masih remaja. Kelompok pertama biasanya telah menunjukkan perilaku bermasalah sejak usia dini. Sedangkan kelompok kedua yakni mereka yang melakukan satu kali kejahatan serius cenderung mendapatkan perhatian luas dari media (misalnya, penembakan di sekolah oleh remaja, atau kasus pembunuhan oleh remaja), tetapi kasus semacam ini sebenarnya jarang terjadi. Justru yang lebih mengkhawatirkan adalah mereka yang terus melakukan kejahatan serius secara berulang. Banyak teori kejahatan menggambarkan perilaku antisosial sebagai sesuatu yang berakar sejak masa kanak-kanak. Dalam beberapa dekade terakhir, para psikolog perkembangan telah melakukan banyak penelitian terhadap anak-anak dan remaja yang mulai melakukan pelanggaran sejak dini dan terus melakukannya hingga dewasa. Inilah topik utama yang akan dibahas dalam Bab 2.
Halaman 45 s.d. 46