Pasal 360 Ayat (2) KUHP Lama (Wetboek van Strafrecht)
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 474 Ayat (1) KUHP Baru (UU Nomor 1 Tahun 2023)
Setiap Orang yang karena kealpaannya orang lain luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan jabatan, mata pencaharian, atau profesi selama waktu tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Subjek Hukum: “Barang siapa” vs “Setiap Orang”
Pada KUHP Lama, frasa “Barang siapa” digunakan sebagai subjek pelaku tindak pidana. Ini adalah warisan dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) dan cenderung bersifat formal serta arkaik.
Sementara pada KUHP Baru, frasa ini digantikan dengan “Setiap Orang”, yang secara eksplisit bersifat inklusif dan egaliter, tanpa membedakan status hukum, kewarganegaraan, atau kedudukan sosial pelaku.
➡️ Perubahan ini mencerminkan pendekatan hukum pidana modern yang lebih progresif dan universal.
Unsur Kesalahan: “Karena kesalahannya (kealpaannya)” vs “Karena kealpaannya”
Frasa “karena kesalahannya (kealpaannya)” dalam KUHP Lama menyiratkan kemungkinan multitafsir, karena istilah “kesalahan” bisa mencakup baik kesengajaan (dolus) maupun kelalaian (culpa). Kata “kealpaannya” memang ditambahkan dalam tanda kurung sebagai klarifikasi, tetapi tetap berpotensi menimbulkan ambiguitas hukum. Sebaliknya, KUHP Baru secara tegas menggunakan frasa “karena kealpaannya”, yang langsung menunjuk pada kelalaian tanpa menimbulkan tafsir ganda.
➡️ Penggunaan frasa ini dalam KUHP Baru memperjelas bentuk pertanggungjawaban pidana yang bersifat culposa (kelalaian), bukan dolosa (kesengajaan).
Akibat yang Ditimbulkan: Luka-luka yang Berujung pada Dampak Tertentu
KUHP Lama menyebut:
“menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencarian selama waktu tertentu.”
KUHP Baru menyebut:
“orang lain luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan jabatan, mata pencaharian, atau profesi selama waktu tertentu.”
🔍 Perbedaan penting:
- KUHP Lama menggunakan struktur kalimat lebih panjang dan kompleks, seperti “luka-luka sedemikian rupa” yang terkesan tidak efisien.
- KUHP Baru menyederhanakan dengan kalimat langsung dan lugas, yaitu “orang lain luka sehingga…”
➡️ KUHP Baru memperbaiki gaya bahasa hukum agar lebih efektif dan dapat langsung dimengerti tanpa kehilangan makna hukum substantif.
Istilah Pekerjaan: “Pekerjaan, jabatan, atau pencarian” vs “Jabatan, mata pencaharian, atau profesi”
KUHP Lama memakai istilah yang kaku dan sudah usang secara terminologis:
- “Pekerjaan”: terlalu umum
- “Jabatan”: lebih merujuk pada kedudukan formal
- “Pencarian”: istilah lawas untuk menyebut sumber nafkah
KUHP Baru menggantinya dengan frasa yang lebih kontekstual dan relevan secara sosial ekonomi:
- “Jabatan”: tetap dipertahankan untuk urusan kedudukan formal
- “Mata pencaharian”: pengganti modern dari “pencarian”
- “Profesi”: menegaskan pekerjaan yang menuntut keahlian atau sertifikasi tertentu
➡️ Perubahan ini menunjukkan bahwa KUHP Baru berusaha lebih adaptif terhadap perkembangan dunia kerja kontemporer.
Ancaman Pidana: Sistem Pemidanaan Lama vs Baru
- KUHP Lama:
- Penjara maksimal: 9 bulan
- Kurungan maksimal: 6 bulan
- Denda: maksimal Rp4.500
- KUHP Baru:
- Penjara maksimal: 1 tahun
- Denda: kategori II (maksimal Rp10.000.000)
🔍 Catatan penting:
- Hukuman kurungan dihapuskan dalam KUHP Baru — sebuah langkah menuju modernisasi sistem pemidanaan, yang lebih mengedepankan proporsionalitas.
- Sistem denda kategori I–VII dalam KUHP Baru memberi fleksibilitas kepada hakim, sesuai daya rusak akibat perbuatan dan kondisi pelaku.
- Nilai denda dalam KUHP Baru disesuaikan dengan realitas ekonomi saat ini, tidak lagi stagnan sebagaimana nilai denda dalam KUHP Lama yang sangat kecil dan tidak relevan.
➡️ KUHP Baru membawa sistem pemidanaan yang lebih logis, manusiawi, dan responsive terhadap konteks masa kini.
Kesimpulan
Perbandingan antara Pasal 360 ayat (2) KUHP Lama dan Pasal 474 ayat (1) KUHP Baru menunjukkan adanya perkembangan signifikan dalam perumusan norma pidana yang lebih jelas, modern, dan kontekstual. KUHP Baru menggantikan istilah “barang siapa” dengan “setiap orang” untuk menegaskan inklusivitas subjek hukum. Selain itu, penggunaan frasa “karena kealpaannya” tanpa tambahan “(kesalahannya)” mempertegas bahwa tindak pidana yang dimaksud benar-benar merupakan bentuk kelalaian, bukan kesengajaan terselubung. Istilah “pekerjaan, jabatan, atau pencarian” dalam KUHP Lama juga diperbarui menjadi “jabatan, mata pencaharian, atau profesi” untuk menyesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih luas dan relevan saat ini.
Dari aspek pemidanaan, KUHP Baru menghapus ancaman pidana kurungan dan menggantinya dengan pilihan pidana denda yang diklasifikasikan secara sistematis dalam kategori tertentu, dalam hal ini kategori II. Sistem ini lebih rasional dan adaptif terhadap dinamika ekonomi seperti inflasi. Dengan demikian, KUHP Baru menawarkan pendekatan yang lebih proporsional dan berpihak pada kepastian hukum serta prinsip keadilan. Perubahan ini diharapkan mampu memperkuat perlindungan hukum bagi masyarakat dan menjadikan hukum pidana Indonesia lebih responsif terhadap kebutuhan zaman.