Survei Viktimisasi

Sumber data tambahan mengenai pelaku kejahatan berasal dari survei viktimisasi, yaitu survei di mana korban memberikan informasi tentang kejahatan yang menimpa mereka. Sumber utama data viktimisasi di Amerika Serikat adalah National Crime Victimization Survey (NCVS), yang sebelumnya dikenal dengan nama National Crime Survey (NCS).

Petugas dari Bureau of the Census mewawancarai—baik secara langsung maupun melalui telepon—sampel nasional besar yang mencakup sekitar 42.000 rumah tangga dan mewakili lebih dari 76.000 orang berusia di atas 12 tahun. Rumah tangga yang sama diwawancarai setiap enam bulan selama tiga tahun. Dalam setiap wawancara, mereka diminta menceritakan kejahatan yang mereka alami selama enam bulan terakhir.

Orang-orang yang tinggal di asrama, rumah kos, atau tempat tinggal kelompok keagamaan termasuk dalam survei ini, tetapi mereka yang berada di institusi seperti penjara atau barak militer tidak termasuk. Kejahatan terhadap anak-anak di bawah usia 12 tahun tidak dicatat karena alasan privasi dan karena para perancang survei percaya bahwa anak-anak kecil cenderung tidak memberikan informasi yang akurat. Selain itu, karena anak-anak mungkin menjadi korban kejahatan di dalam rumah mereka sendiri, topik ini dianggap terlalu sensitif untuk ditanyakan.

NCVS menyediakan forum nasional terbesar bagi para korban untuk menjelaskan dampak kejahatan dan karakteristik pelaku kekerasan. Laporan-laporannya, termasuk informasi rinci tentang metodologi wawancara dan analisis data, tersedia di situs resmi Bureau of Justice Statistics (BJS), yaitu http://bjs.gov.

Survei ini dirancang untuk mengukur sejauh mana rumah tangga dan individu menjadi korban dari:

  • pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya,
  • perampokan,
  • penganiayaan berat (aggravated assault),
  • penganiayaan ringan (simple assault),
  • pembobolan rumah,
  • pencurian kendaraan bermotor, dan
  • pencurian lainnya.

Survei ini juga mencakup banyak informasi rinci tentang korban (seperti usia, ras, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pendapatan, dan apakah korban dan pelaku saling mengenal) serta tentang kejahatannya sendiri.

Versi terbaru NCVS juga menanyakan apakah responden merasa menjadi korban kejahatan yang bermotif kebencian (hate crime). Beberapa hal yang ingin diketahui pewawancara NCVS dari setiap kasus viktimisasi adalah:

  • Apa yang sebenarnya terjadi,
  • Kapan dan di mana peristiwa terjadi,
  • Apakah korban mengalami cedera atau kerugian,
  • Apakah kejahatan tersebut dilaporkan kepada polisi, dan jika tidak, mengapa,
  • Persepsi korban tentang jenis kelamin, ras, dan usia pelaku.

Menurut NCVS, jumlah kejadian viktimisasi menurun dalam beberapa tahun terakhir (lihat, misalnya, BJS, 2012). Pada tahun 2009, terjadi sekitar 5,5 juta kasus kekerasan, sedangkan pada tahun 2010 jumlahnya kurang dari 5 juta. Jumlah tertinggi berasal dari kasus penganiayaan ringan, yaitu sekitar 3,5 juta pada 2009 dan 3.241.148 pada 2010.

Ada beberapa kemungkinan alasan untuk tren penurunan ini. Penjelasan paling optimis adalah bahwa memang benar jumlah viktimisasi menurun, yang mungkin disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti telah disebutkan sebelumnya dalam bab ini, tingkat kejahatan secara umum memang telah menurun drastis sejak era kejahatan tinggi di awal 1990-an. Namun, masih banyak korban kejahatan yang enggan melaporkan pengalamannya, baik kepada polisi, petugas dari Census Bureau (yang menyelenggarakan NCVS), maupun kepada peneliti independen.

Alasannya beragam: korban mungkin mengenal pelakunya dan tidak ingin melibatkan mereka secara hukum; takut akan pembalasan; tidak ingin menjadi pusat perhatian; merasa malu; tidak percaya pada aparat pemerintah; atau merasa bahwa melapor tidak akan menghasilkan apa-apa. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pekerja migran tidak berdokumen yang juga enggan melapor karena takut dideportasi.

Data NCVS secara konsisten menunjukkan perbedaan tingkat viktimisasi berdasarkan demografi. Laki-laki dan penduduk keturunan Indian Amerika atau Alaska memiliki tingkat viktimisasi kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih dan ras lainnya (Rennison & Rand, 2003; Truman, 2011). Untuk pertama kalinya sejak NCVS mencatat viktimisasi berdasarkan jenis kelamin, tingkat viktimisasi laki-laki dan perempuan tercatat hampir sama.

Kelompok usia 12–24 tahun mengalami tingkat viktimisasi kekerasan yang lebih tinggi dibanding kelompok usia lainnya, dengan kelompok usia 18–20 tahun sebagai yang paling rentan. Mereka mengalami kekerasan secara keseluruhan, pemerkosaan/penyerangan seksual, dan penganiayaan pada tingkat yang lebih tinggi dibanding kelompok usia lain.

Namun, masih banyak kekerasan yang tersembunyi, terutama pada kelompok tertentu seperti anak-anak kecil, lansia, individu transgender, imigran tidak berdokumen, dan penyandang disabilitas intelektual. Pola-pola ini masih terus berlanjut dan akan dibahas lebih lanjut dalam bab-bab berikutnya.

Seperti disebutkan sebelumnya, banyak viktimisasi terjadi di tangan pasangan intim. Pada tahun 2000, Rennison dan Welchans mencatat bahwa setiap tahun sekitar 1 juta kejahatan kekerasan dilakukan oleh pasangan atau mantan pasangan, baik suami/istri maupun pacar. Kekerasan oleh pasangan intim (intimate partner violence atau IPV) ini sebagian besar ditujukan kepada perempuan.

Perempuan kulit hitam mengalami kekerasan pasangan intim dengan tingkat 35% lebih tinggi dibanding perempuan kulit putih, dan sekitar 2,5 kali lebih tinggi dibanding perempuan dari ras lain. Namun, variasi antar kelompok juga penting untuk diperhatikan. Misalnya, perempuan dari berbagai kelompok etnis sering kali enggan melaporkan kekerasan semacam ini, sebagaimana akan dibahas dalam Bab 9. Selain itu, pasangan korban yang bekerja di penegak hukum, olahraga profesional, atau figur publik lainnya mungkin enggan melaporkan kekerasan karena takut mencemarkan nama baik mereka atau karier pasangannya.

Seperti halnya semua survei nasional, NCVS juga menghadapi sejumlah kendala dalam menggambarkan data viktimisasi secara akurat. Selain karena korban enggan melapor, beberapa orang mungkin tidak jujur atau mengingat kejadian di luar rentang waktu survei. Orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal tetap atau tinggal di institusi yang tidak dijangkau peneliti juga tidak tercakup dalam data (Rennison & Welchans, 2000).

Meski memiliki keterbatasan, survei viktimisasi tetap dianggap sebagai sumber informasi yang baik tentang insiden kejahatan, terlepas dari data yang dikumpulkan oleh aparat penegak hukum. Seringkali, tren kejahatan yang ditemukan dalam data NCVS berbeda secara signifikan dari data kepolisian (Ohlin & Tonry, 1989).

Meskipun fokus utama dalam pembahasan ini adalah NCVS yang dilakukan oleh pemerintah, perlu diketahui bahwa peneliti independen juga melakukan survei terhadap korban kejahatan, sering kali didanai oleh lembaga pemerintah atau yayasan swasta. Salah satu contohnya adalah National Violence Against Women Survey, yang dilakukan oleh Center for Policy Research (Tjaden, 1997), yang meneliti sejauh mana dan bagaimana bentuk kekerasan serta penguntitan di masyarakat Amerika. Survei ini dan yang serupa akan dibahas lebih lanjut dalam teks berikutnya.