Perbandingan Pasal 360 ayat (1) KUHP Lama dan Pasal 474 ayat (2) KUHP Baru Tentang Tindak Pidana yang Menyebabkan Luka Berat Karena Kealpaan

Pasal 360 Ayat (1) KUHP Lama (Wetboek van Strafrecht)
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 474 Ayat (2) KUHP Baru (UU Nomor 1 Tahun 2023)
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Subjek Hukum: “Barang siapa” vs “Setiap Orang”

Dalam KUHP Lama, digunakan istilah “Barang siapa”, sementara KUHP Baru menggantinya menjadi “Setiap Orang”. Perubahan ini mencerminkan penyesuaian terhadap prinsip modern dalam hukum pidana, di mana frasa “Setiap Orang” dianggap lebih inklusif, netral, dan konsisten dengan Undang-Undang lainnya di Indonesia, seperti UU HAM, UU Perlindungan Anak, dan UU Tindak Pidana Korupsi.

➡️ “Setiap Orang” lebih menekankan pada universalitas subjek hukum, tanpa membedakan warga negara atau status hukum tertentu.

Penyebab: “Karena kesalahannya (kealpaannya)” vs “Karena kealpaannya”

Dalam KUHP Lama, digunakan frasa “karena kesalahannya (kealpaannya)”. Kata “kesalahannya” di sini bersifat umum, dan “kealpaannya” sebagai bentuk penjelas atau penegasan bahwa yang dimaksud adalah kesalahan tanpa unsur kesengajaan (culpa). Sedangkan dalam KUHP Baru, hanya digunakan istilah “karena kealpaannya”, yang langsung menunjuk pada bentuk kesalahan yang bersifat kelalaian atau ketidakhati-hatian.

➡️ KUHP Baru lebih ringkas dan langsung mengarahkan pemahaman ke ranah culpa, tanpa membuka kemungkinan tafsir yang terlalu luas seperti dalam KUHP Lama.

Akibat yang Ditimbulkan: “Menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat” vs “Mengakibatkan orang lain Luka Berat”

KUHP Lama menggunakan istilah: “menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat”. Sementara KUHP Baru menyatakan: “mengakibatkan orang lain Luka Berat”. Perbedaan ini tampak sederhana, tetapi cukup signifikan dari segi gaya bahasa hukum.

  • Frasa “menyebabkan mendapat” dalam KUHP Lama mengesankan ada proses tak langsung dan bersifat pasif.
  • KUHP Baru menggunakan frasa “mengakibatkan”, yang lebih aktif dan langsung menyatakan hubungan sebab-akibat antara tindakan pelaku dan luka berat yang dialami korban.

➡️ Ini memperkuat kausalitas hukum dalam unsur tindak pidana, sejalan dengan asas kepastian hukum yang lebih eksplisit.

Jenis dan Lama Ancaman Pidana

KUHP Lama:
➡️ Pidana penjara maksimal 5 tahun atau kurungan maksimal 1 tahun

KUHP Baru:
➡️ Pidana penjara maksimal 3 tahun atau denda paling banyak kategori III

Kategori III berdasarkan KUHP Baru adalah Rp50 juta (sebagaimana diatur dalam Pasal 79 KUHP Baru), yang merupakan inovasi sanksi alternatif berbasis denda, menggantikan pidana kurungan yang mulai ditinggalkan dalam sistem hukum pidana modern.

➡️ KUHP Baru memperkenalkan sistem kategorisasi denda, yang dianggap lebih proporsional, efektif, dan humanis dibanding pidana kurungan pendek.

Penguatan Asas Restoratif

Meskipun tidak tercantum langsung dalam pasal ini, perubahan redaksi dalam KUHP Baru juga menunjukkan arah yang lebih restoratif, di mana sanksi denda mulai lebih diutamakan dibanding kurungan, kecuali jika pelaku terbukti melakukan tindak pidana berat atau berulang. Ini sesuai dengan semangat KUHP Baru yang mendorong reintegrasi sosial dan pemulihan korban.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, Pasal 474 ayat (2) KUHP Baru menunjukkan perkembangan penting dalam hukum pidana nasional, yaitu:

  • Penyesuaian bahasa hukum menjadi lebih modern, eksplisit, dan terstandar;
  • Penurunan ancaman pidana penjara dari 5 tahun menjadi 3 tahun, menunjukkan pendekatan yang lebih proporsional terhadap tindak pidana karena kelalaian;
  • Peralihan dari pidana kurungan ke sistem denda kategori, yang menekankan sanksi berbasis keadilan dan efektivitas penjeraan;
  • Fokus yang lebih kuat pada kausalitas hukum dan tanggung jawab perdata/pidana dalam konteks kealpaan.