Pembaruan Hukum dalam Pasal 513 KUHP Baru: Tanggung Jawab Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Kepailitan

Pasal 513 KUHP Baru menyatakan:

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 511 dan Pasal 512 dapat juga dilakukan oleh Korporasi.

Pasal 511 KUHP Baru menyatakan:

Pengusaha yang dinyatakan pailit atau yang diizinkan melepaskan harta bendanya menurut putusan pengadilan dipidana karena merugikan kreditur, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III jika:

a. hidup terlalu boros;

b. dengan maksud menangguhkan kepailitannya meminjam uang dengan suatu perjanjian yang memberatkannya, sedang diketahuinya pinjaman tersebut tidak akan dapat mencegahnya jatuh pailit; atau

c. tidak dapat memperlihatkan dalam keadaan utuh buku, Surat yang berisi catatan yang menggambarkan keadaan kekayaan perusahaan, dan Surat lain yang harus dibuat dan disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 512 KUHP Baru menyatakan:

Pengusaha yang dinyatakan pailit atau yang diizinkan melepaskan harta bendanya berdasarkan putusan pengadilan, dipidana karena merugikan kreditur secara curang, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, jika:

a. mengarang-ngarang utang, tidak mempertanggungjawabkan keuntungan, atau menarik Barang dari harta benda milik perusahaan;
b. melepaskan Barang milik perusahaan, baik dengan cuma-cuma maupun dengan harga jauh di bawah harganya;
c. dengan cara menguntungkan salah seorang kreditur pada waktu pailit atau pada saat diketahui bahwa keadaan pailit tersebut tidak dapat dicegah; atau
d. tidak memenuhi kewajiban untuk mencatat segala sesuatu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menyimpan dan memperlihatkan buku, Surat, dan Surat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 511 huruf c.

Pengaturan Baru dalam KUHP Baru

Pasal 513 KUHP Baru merupakan ketentuan yang secara eksplisit menyatakan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 511 dan 512 dapat juga dilakukan oleh korporasi. Dengan demikian, ketentuan ini membuka kemungkinan bahwa subjek hukum yang dapat dipidana bukan hanya orang perseorangan, tetapi juga badan hukum atau korporasi seperti perseroan terbatas, firma, koperasi, dan bentuk badan hukum lainnya.

Tidak Ada Padanan dalam KUHP Lama

Dalam KUHP Lama, tidak terdapat satu pun pasal yang mengatur atau mengakui bahwa korporasi dapat dijadikan pelaku tindak pidana. KUHP Lama sepenuhnya berbasis pada sistem hukum pidana individualistik yang hanya mengenal manusia sebagai subjek hukum pidana. Oleh karena itu, Pasal 513 KUHP Baru merupakan norma baru (novum) yang tidak memiliki padanan maupun pasal yang serupa dalam KUHP Lama.

Perkembangan Hukum Pidana Korporasi

Meskipun KUHP Lama tidak mengatur hal ini, perkembangan hukum pidana di luar KUHP telah mengenal pertanggungjawaban pidana korporasi, misalnya dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Tipikor, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun, pengakuan korporasi sebagai pelaku tindak pidana dalam KUHP baru menunjukkan adanya penguatan dan perluasan sistem hukum pidana nasional agar lebih relevan dengan kebutuhan penegakan hukum modern.

Signifikansi Pasal 513 KUHP Baru

Keberadaan Pasal 513 menunjukkan upaya negara untuk memberikan kepastian hukum terhadap pertanggungjawaban pidana korporasi, khususnya dalam perkara-perkara kepailitan yang mengandung unsur kecurangan atau kelalaian yang merugikan kreditur. Ini penting karena dalam praktik bisnis, tindakan yang merugikan kreditur sering kali dilakukan atas nama perusahaan, sehingga perlu ada instrumen hukum untuk menjerat badan hukum itu sendiri.