Prosedur Permohonan Izin Poligami

Disusun Oleh Lawyer Ahdan Ramdani

Aturan mengenai Prosedur Permohonan Izin Poligami terdapat pada Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 40 sampai Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan juga Pasal 55 sampai Pasal 59 Kompilasi Hukum Islam.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, beserta Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam, mengatur dengan ketat syarat dan prosedur bagi seorang suami yang ingin beristeri lebih dari seorang. Pengadilan berperan penting dalam memastikan bahwa semua syarat dipenuhi dan keadilan ditegakkan bagi semua pihak yang terlibat, termasuk perlindungan bagi istri dan anak-anak.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:

Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.

Dalam penjelasan pasal dalam undang-undang ini, dijelaskan bahwa: Pengadilan dalam memberi putusan selain memeriksa apakah syarat yang tersebut Pasal 4 dan 5 telah dipenuhi harus mengingat pula apakah ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dari calon suami mengizinkan adanya poligami.

Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:

  1. Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
  2. Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
    • isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
    • isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
    • isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:

  1. Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
    • adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
    • adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluankeperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
    • adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteriisteridan anak-anak mereka.
  2. Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan.

Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pengadilan kemudian memeriksa mengenai:

  1. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah :
    • bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
    • bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
    • bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
  2. ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan didepan sidang pengadilan.
  3. ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:
    • i. surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat bekerja; atau
    • surat keterangan pajak penghasilan; atau
    • surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan;
  4. ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu.

Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

  1. Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada Pasal 40 dan 41, Pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang bersangkutan.
  2. Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya, surat permohonan beserta lampiran-lampirannya.

Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang.

Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan seperti yang dimaksud dalam Pasal 43.

Kompilasi Hukum Islam

Pasal 55 Kompilasi Hukum Islam

  1. Beristeri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat isteri.
  2. Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap ister-isteri dan anak-anaknya.
  3. Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristeri dari seorang.

Pasal 56 Kompilasi Hukum Islam

  1. Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
  2. Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut pada tata cara sebagaimana diatur dalam Bab.VIII Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975.
  3. Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam

Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

  1. isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
  2. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
  3. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam

  1. Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang N o.l Tahun 1974 yaitu:
    • adanya pesetujuan isteri;
    • adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup ister-isteri dan anak-anak mereka.
  2. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri pada sidang Pengadilan Agama.
  3. Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinya sekurangkurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.

Pasal 59 Kompilasi Hukum Islam

Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.