Periode Perkembangan Hukum Perkawinan di Indonesia

Perkembangan hukum perkawinan di Indonesia dapat dibagi ke dalam beberapa periode yang mencerminkan perubahan dan evolusi dalam regulasi dan aturan yang mengatur perkawinan. Berikut adalah periodesasi perkembangan hukum perkawinan di Indonesia beserta aturan yang berlaku pada setiap periode:

1. Periode Pra-Kolonial

Aturan yang Berlaku:

  • Hukum Adat: Sebelum kedatangan kolonial Belanda, masyarakat Indonesia sudah memiliki sistem hukum perkawinan yang didasarkan pada hukum adat. Setiap suku atau kelompok etnis memiliki aturan perkawinan yang berbeda, mencakup tata cara perkawinan, mahar, hak dan kewajiban suami-istri, serta prosedur perceraian.

2. Periode Kolonial Belanda

Aturan yang Berlaku:

  • KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek, BW): Diterapkan mulai tahun 1848, KUHPerdata mengatur hukum perkawinan untuk orang Eropa dan Timur Asing (non-pribumi). Pasal-pasal dalam KUHPerdata mengatur mengenai syarat-syarat sahnya perkawinan, kewajiban suami-istri, serta perceraian.
  • Hukum Islam dan Hukum Adat: Bagi masyarakat pribumi (bumiputra), hukum perkawinan tetap diatur oleh hukum adat dan hukum Islam. Pemerintah kolonial Belanda mengakui keberadaan hukum adat dan hukum Islam, meskipun tidak mengkodifikasikannya secara formal.

3. Periode Awal Kemerdekaan (1945-1974)

Aturan yang Berlaku:

  • Undang-Undang Dasar 1945: Pasal 29 UUD 1945 menjamin kebebasan beragama, yang mencakup pelaksanaan hukum perkawinan sesuai dengan agama masing-masing.
  • Hukum Adat dan Hukum Islam: Pada periode ini, hukum adat dan hukum Islam tetap berlaku secara luas di kalangan masyarakat Indonesia. Tidak ada undang-undang nasional yang mengatur perkawinan secara umum.
  • KUHPerdata: Masih berlaku bagi warga negara Indonesia keturunan Eropa dan Timur Asing.

4. Periode Orde Baru (1974-sekarang)

Aturan yang Berlaku:

  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: Undang-undang ini menjadi tonggak penting dalam sejarah hukum perkawinan di Indonesia, yang berlaku untuk semua warga negara Indonesia tanpa memandang latar belakang etnis atau agama. Beberapa poin penting dari UU ini antara lain:
    • Definisi dan Tujuan Perkawinan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
    • Syarat-syarat Perkawinan: Mengatur syarat-syarat perkawinan seperti umur, persetujuan kedua mempelai, dan larangan perkawinan tertentu (misalnya karena hubungan darah).
    • Hak dan Kewajiban Suami-Istri: Mengatur hak dan kewajiban suami dan istri dalam perkawinan.
    • Perceraian: Mengatur alasan dan prosedur perceraian.
  • Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975: Sebagai peraturan pelaksanaan dari UU No. 1 Tahun 1974, yang mengatur lebih rinci tentang prosedur perkawinan, pendaftaran perkawinan, dan perceraian.
  • Kompilasi Hukum Islam (KHI): Ditetapkan melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991, yang mengatur hukum perkawinan bagi umat Islam di Indonesia, mencakup syarat sah perkawinan, mahar, nafkah, hak dan kewajiban suami-istri, perceraian, dan waris.

5. Periode Reformasi dan Kontemporer

Aturan yang Berlaku:

  • Penyesuaian dengan Hukum Internasional: Perkembangan hukum hak asasi manusia dan kesetaraan gender mempengaruhi revisi dan penyesuaian dalam hukum perkawinan di Indonesia, meskipun UU No. 1 Tahun 1974 masih menjadi dasar utama.
  • Pengakuan Perkawinan Agama dan Adat: Peraturan dan kebijakan baru memperkuat pengakuan terhadap perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama dan adat, namun tetap harus dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil untuk mendapatkan pengakuan hukum yang sah.
  • Undang-Undang Perlindungan Anak: Memperketat aturan mengenai usia minimum untuk menikah dan memberikan perlindungan terhadap pernikahan di bawah umur.

Kesimpulan

Perkembangan hukum perkawinan di Indonesia mencerminkan dinamika sosial, politik, dan budaya yang terjadi di negara ini. Dari sistem hukum adat dan Islam pada masa pra-kolonial, pengaruh hukum Belanda pada masa kolonial, hingga pengesahan undang-undang nasional yang lebih inklusif dan modern pasca-kemerdekaan, hukum perkawinan di Indonesia terus berevolusi untuk mengakomodasi perubahan dalam masyarakat dan penegakan hak asasi manusia.