Perbandingan Pasal 349 KUHP Lama dan Pasal 465 KUHP Baru Tentang Aborsi yang Dilakukan Tenaga Medis

KUHP Lama (Wetboek van Strafrecht)

Pasal 349 KUHP Lama

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

KUHP Baru (UU Nomor 1 Tahun 2023)

Pasal 465 KUHP Baru

  • Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 464, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
  • Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a dan huruf f.
  • Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 463 ayat (2), tidak dipidana.

Subjek Pelaku yang Diperluas

KUHP Lama:

Hanya menyebut dokter, bidan, dan juru obat.

KUHP Baru:

Menambahkan paramedis dan apoteker sebagai pelaku potensial yang bisa dikenai pidana tambahan jika melakukan tindak pidana aborsi.

Dasar Hukum Tindak Pidana

KUHP Lama:

Mengacu ke Pasal 346 (aborsi dengan persetujuan), Pasal 347 (tanpa persetujuan), dan Pasal 348 (dengan persetujuan).

KUHP Baru:

Mengacu ke Pasal 464 secara keseluruhan, yang sudah mencakup aborsi dengan dan tanpa persetujuan serta akibat kematian.

Pidana Tambahan

Keduanya:

Mengatur bahwa pidana dapat ditambah sepertiga.

KUHP Baru:

Secara eksplisit menyebut pidana tambahan berupa pencabutan hak, merujuk ke Pasal 86 (huruf a & f), misalnya hak untuk menjalankan profesi.

Pengecualian untuk Alasan Kemanusiaan

KUHP Lama:

Tidak mengatur pengecualian untuk kondisi medis atau korban kekerasan seksual.

KUHP Baru:

Memberi pengecualian (tidak dipidana) jika aborsi dilakukan:

  • Karena kedaruratan medis, atau
  • Terhadap korban perkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan (sesuai Pasal 463 ayat 2).

Kesimpulan

Pasal 349 KUHP Lama mengatur bahwa dokter, bidan, atau juru obat (sekarang sepadan dengan profesi apoteker) yang melakukan atau membantu tindakan aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 346, 347, dan 348, dapat dikenakan hukuman tambahan berupa sepertiga dari pidana pokok serta pencabutan hak untuk menjalankan profesinya. Aturan ini bersifat tegas dalam memberikan sanksi terhadap tenaga kesehatan yang menyalahgunakan profesinya dalam praktik aborsi ilegal.

Sementara itu, Pasal 465 KUHP Baru memperluas cakupan pihak yang dapat dikenai pidana tambahan dengan menyebutkan dokter, bidan, paramedis, dan apoteker secara eksplisit. Hukuman tambahan yang dikenakan pun serupa, yakni peningkatan sepertiga dari pidana pokok serta pencabutan hak untuk menjalankan profesi.

Namun, KUHP Baru memberikan pengecualian yang lebih progresif, yaitu membebaskan dari pidana bagi tenaga medis yang melakukan aborsi atas dasar indikasi kedaruratan medis atau jika kehamilan terjadi akibat tindak pidana seperti perkosaan atau kekerasan seksual, sebagaimana diatur dalam Pasal 463 ayat (2).

Dengan demikian, KUHP Baru tidak hanya mempertahankan esensi perlindungan terhadap penyalahgunaan profesi medis dalam praktik aborsi ilegal, tetapi juga mengakomodasi kondisi tertentu yang memerlukan pertimbangan kemanusiaan dan medis. Hal ini mencerminkan perkembangan hukum pidana yang lebih responsif terhadap konteks sosial dan hak-hak perempuan.