Perkawinan yang Sah Menurut Hukum Indonesia

Disusun Oleh Lawyer Ahdan Ramdani

Berikut adalah penjelasan mengenai persamaan dan perbedaan perkawinan yang sah menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (KHI):

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”

Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”

Persamaan

  1. Keabsahan Berdasarkan Hukum Agama:
    • Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974: Menyatakan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing.
    • Pasal 4 KHI: Menegaskan bahwa untuk umat Islam, perkawinan dianggap sah apabila dilakukan sesuai dengan hukum Islam.
  2. Keselarasan dengan UU No. 1 Tahun 1974:
    • Pasal 4 KHI: Mengacu langsung pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, yang berarti hukum Islam harus dipatuhi untuk mengesahkan perkawinan umat Islam, sehingga selaras dengan ketentuan umum di UU No. 1 Tahun 1974.

Perbedaan

  1. Cakupan Agama:
    • Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974: Berlaku untuk semua agama dan kepercayaan yang diakui di Indonesia. Ini mencakup semua bentuk perkawinan yang sah menurut agama Hindu, Kristen, Katolik, Budha, Konghucu, dan aliran kepercayaan lainnya.
    • Pasal 4 KHI: Khusus mengatur keabsahan perkawinan menurut hukum Islam. Ini hanya berlaku bagi umat Islam.
  2. Spesifikasi Hukum yang Digunakan:
    • Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974: Menyebutkan hukum masing-masing agama dan kepercayaan secara umum, tanpa spesifikasi lebih lanjut.
    • Pasal 4 KHI: Spesifik merujuk pada hukum Islam, menegaskan bahwa ketentuan Islam harus dipatuhi untuk mengesahkan perkawinan umat Islam.

Kesimpulan

Persamaan:

  • Kedua pasal mengakui sahnya perkawinan jika dilakukan sesuai dengan hukum agama masing-masing.
  • Keduanya memberikan penekanan bahwa hukum agama memainkan peran penting dalam menentukan keabsahan perkawinan.

Perbedaan:

  • Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974: Bersifat universal untuk semua agama yang diakui di Indonesia.
  • Pasal 4 KHI: Bersifat khusus untuk umat Islam, mengatur detail keabsahan perkawinan menurut hukum Islam, sesuai dengan acuan pada UU No. 1 Tahun 1974.

Dengan demikian, sementara keduanya memiliki prinsip yang sama bahwa keabsahan perkawinan harus berdasarkan hukum agama, Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 berlaku secara umum untuk semua agama, sedangkan Pasal 4 KHI secara khusus mengatur umat Islam.