Perbandingan Pasal 402 KUHP Lama dan Pasal 515 KUHP Baru Tentang Penipuan Debitur dalam Kepailitan

Pasal 402 KUHP Lama menyatakan:

“Barang siapa dinyatakan dalam keadaan jelas tak mampu atau jika bukan pengusaha, dinyatakan dalam keadaan pailit atau dibolehkan melepaskan budel, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan jika yang bersangkutan secara curang mengurangi hak-hak pemiutang dengan mengada-ada pengeluaran yang tak ada, maupun menyembunyikan pendapatan, atau menarik barang sesuatu dari budel ataupun telah melijerkan barang sesuatu dengan cuma-cuma atau terang di bawah harganya, atau di waktu ketidakmampuannya, pelepasan budelnya atau kepailitannya atau pada saat di mana diketahuinya bahwa salah satu dari keadaan tadi tak dapat dicegah, menguntungkan salah seorang pemiutang dengan sesuatu cara.”

Pasal 515 KUHP Baru menyatakan:

“Setiap Orang yang dinyatakan dalam keadaan tidak mampu atau jika yang bersangkutan bukan Pengusaha, dinyatakan pailit atau berdasarkan putusan pengadilan diizinkan melepaskan harta bendanya, secara curang mengurangi hak dari krediturnya dengan mengarang-ngarang utang, menyembunyikan pendapatan, menarik Barang dari harta bendanya, atau melepaskan Barang dengan cuma-cuma maupun dengan nyata-nyata di bawah harganya, atau pada waktu ketidakmampuannya, pelepasan harta bendanya atau kepailitannya, atau pada waktu mengetahui bahwa salah satu dari keadaan tersebut tidak dapat dicegah lagi, menguntungkan salah seorang kreditumya dengan cara apa pun juga, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.”

Ruang Lingkup Subjek Hukum

Pasal 402 KUHP Lama mengatur tentang siapa saja yang dapat dikenai sanksi pidana dalam konteks kepailitan dan pelepasan budel, yaitu pihak yang dinyatakan dalam keadaan jelas tak mampu, bukan pengusaha namun pailit, atau diperbolehkan melepaskan budel. Sementara itu, Pasal 515 KUHP Baru memperluas redaksinya dengan mencantumkan frasa “Setiap Orang” sebagai subjek pelaku, sehingga lebih inklusif terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana tersebut, tidak terbatas pada pelaku usaha.

Tindak Pidana dan Unsur Curang

Kedua pasal sama-sama mengatur mengenai perbuatan curang debitur yang mengurangi hak-hak kreditur. Dalam KUHP Lama, perbuatan yang disebut antara lain: mengada-adakan pengeluaran yang tidak ada, menyembunyikan pendapatan, menarik barang dari budel, atau menjual barang di bawah harga. KUHP Baru tetap memuat unsur-unsur tersebut namun dengan penyusunan ulang, dan menambahkan unsur “mengarang-ngarang utang” secara eksplisit, yang sebelumnya tidak dirumuskan secara langsung dalam pasal lama.

Waktu Terjadinya Perbuatan

Kedua pasal mengatur bahwa perbuatan curang tersebut dapat terjadi baik sebelum, saat, maupun sesudah putusan kepailitan atau pelepasan harta benda dijatuhkan. Penekanan ini penting karena menunjukkan bahwa niat jahat (mens rea) pelaku dapat dimulai sejak mengetahui bahwa kepailitan tidak dapat dicegah lagi, bukan hanya ketika putusan telah resmi berlaku.

Sanksi Pidana

Pasal 402 KUHP Lama mengancam pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. Sedangkan Pasal 515 KUHP Baru menetapkan ancaman pidana maksimal 5 tahun atau denda paling banyak kategori VI (yakni denda hingga Rp2.000.000.000 sesuai ketentuan kategori denda dalam KUHP Baru). Ini menunjukkan adanya pendekatan alternatif sanksi melalui pidana denda dalam KUHP Baru, memperluas opsi pemidanaan yang bisa dijatuhkan oleh hakim.

Terminologi dan Gaya Bahasa

KUHP Baru memperbarui istilah, seperti penggunaan kata “kreditur” menggantikan “pemiutang”, serta penggunaan istilah “harta benda” alih-alih “budel”. Penyempurnaan ini bersifat terminologis, bertujuan menyeragamkan bahasa hukum dengan praktik hukum bisnis dan kepailitan kontemporer. KUHP Baru juga menata redaksi dengan kalimat yang lebih sistematis dan modern dibandingkan KUHP Lama yang panjang dan kompleks.