Pasal 393 KUHP Lama menyatakan:
(1) Barang siapa memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan jelas untuk mengeluarkan lagi dari Indonesia, menjual, menamarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagibagikan. barang-barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa padabarangnya itu sendiri atau pada bungkusnya dipakaikan secara palsu, nama firma atau merek yang menjadi hak orang lain atau untui menyatakan asalnya barang, nama sehuah tempat tertentu, dengan ditambahkan nama atau firma yang khayal, ataupun pada barangnya sendiri atau pada bungkusnya ditirukan nama, firma atau merek yang demikian sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah;
(2) Jika pada waktu melakukan kejahatan helurn lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan bulan.
KUHP Baru menyatakan:
Tidak ada aturan yang semisal dengan aturan KUHP Lama.
Pengaturan dalam Pasal 393 KUHP Lama
Pasal 393 KUHP Lama mengatur mengenai tindakan memasukkan barang-barang ke wilayah Indonesia yang pada barangnya sendiri atau bungkusnya secara palsu dipakaikan nama firma, merek, atau indikasi asal tertentu yang sebenarnya merupakan hak pihak lain. Termasuk pula dalam ketentuan ini adalah penggunaan nama atau firma fiktif serta peniruan dengan sedikit perubahan terhadap merek atau nama yang sudah ada. Perbuatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Pemberatan bagi Residivis
Ketentuan ini juga memuat pemberatan pidana apabila pelaku mengulangi kejahatan yang sama dalam waktu lima tahun sejak pemidanaan terakhir. Dalam hal ini, pidana penjara dapat ditingkatkan menjadi paling lama sembilan bulan.
Ketiadaan Pengaturan Serupa dalam KUHP Baru
Sementara itu, KUHP Baru (UU Nomor 1 Tahun 2023) tidak lagi memuat ketentuan yang serupa dengan Pasal 393 KUHP Lama. Artinya, tidak ada pasal dalam KUHP Baru yang secara eksplisit mengatur mengenai perbuatan memasukkan dan memperdagangkan barang-barang yang mereknya dipalsukan atau ditiru sedemikian rupa sehingga menyesatkan masyarakat.
Peralihan ke Undang-Undang Khusus
Pengaturan tentang pemalsuan atau peniruan merek dan indikasi geografis kini tidak lagi menjadi bagian dari hukum pidana umum (KUHP), melainkan telah dialihkan ke hukum pidana khusus, khususnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Misalnya, Pasal 100 ayat (1) dari undang-undang tersebut mengatur bahwa setiap orang yang tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain dapat dikenai pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak dua miliar rupiah.
Implikasi dan Kodifikasi Terbatas dalam KUHP Baru
Dengan demikian, ketentuan Pasal 393 KUHP Lama secara substansi tetap relevan, tetapi kini tidak lagi menjadi bagian dari KUHP. Pengaturannya dialihkan ke undang-undang sektoral yang memberikan perlindungan lebih kuat terhadap hak kekayaan intelektual dan memberikan ancaman pidana yang lebih berat dibanding ketentuan KUHP Lama. Ini mencerminkan pendekatan kodifikasi terbatas dalam KUHP Baru, yang menyerahkan pengaturan kejahatan tertentu kepada undang-undang sektoral agar lebih sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan penegakan hukum yang lebih efektif.
