Perbandingan Pasal 398 KUHP Lama dan Pasal 516 KUHP Baru Tentang Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Korporasi dalam Kepailitan

Pasal 398 KUHP Lama menyatakan:

Seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan koperasi yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau yang diperintahkan penyelesaian oleh pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan:

  1. jika yang bersangkutan turut membantu atau mengizinkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar, sehingga oleh karena itu seluruh atau sebagian besar dari kerugian diderita oleh perseroan, maskapai atau perkumpulan;
  2. jika yang bersangkutan dengan maksud untuk menangguhkan kepailitan atau penyelesaian perseroan, maskapai atau perkumpulan. turut membantu atau mengizinkan peminjaman uang dengan syarat-syarat yang memberatkan, padahal diketahuinya tak dapat dicegah keadaan pailit atau penyelesaiannya;
  3. jika yang bersangkutan dapat dipersalahkan tidak memenuhi kewajiban yang diterangkan dalam pasal 6 ayat pertama Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan pasal 27 ayat pertama ordonansi tentang maskapai andil Indonesia, atau bahiva buku- buku dan surat-surat yang memuat catatancatatan dan tulisan-tulisan yang disimpan menurut pasal tadi, tidak dapat di perlihatkan dalam keadaan tak diubah.

Pasal 516 KUHP Baru menyatakan:

Pengurus atau komisaris suatu Korporasi yang dinyatakan pailit atau yang diperintahkan melakukan pemberesan perusahaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori VI, jika:

a. memudahkan atau mengizinkan dilakukannya perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasarnya yang mengakibatkan kerugian Korporasi;

b. dengan maksud menangguhkan kepailitan atau pemberesan perusahaan, memudahkan atau mengizinkan meminjam uang dengan syarat yang memberatkan, padahal diketahui bahwa keadaan pailit atau pemberesan perusahaan tersebut tidak dapat dicegah; atau

c. tidak memenuhi kewajiban untuk pencatatan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan atau tidak dapat memperlihatkan catatan dalam keadaan yang sebenarnya.

Subjek Hukum: Penyederhanaan Istilah Korporasi

Baik Pasal 398 KUHP Lama maupun Pasal 516 KUHP Baru sama-sama mengatur tanggung jawab pidana bagi pengurus atau komisaris dari suatu badan usaha yang mengalami kepailitan atau pemberesan. Perbedaannya terletak pada penggunaan istilah. KUHP Lama secara eksplisit menyebut “perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia, atau perkumpulan koperasi,” sedangkan KUHP Baru menggunakan istilah yang lebih sederhana dan luas, yakni “korporasi.” Penggunaan istilah “korporasi” mencerminkan pendekatan kodifikasi yang lebih modern karena mencakup berbagai bentuk badan hukum secara umum.

Jenis Perbuatan Pidana: Tiga Bentuk Pelanggaran

Baik dalam KUHP Lama maupun KUHP Baru, terdapat tiga bentuk perbuatan pidana yang secara substansial sama. Pertama, apabila pengurus atau komisaris memudahkan atau mengizinkan perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar sehingga menimbulkan kerugian bagi korporasi. Kedua, apabila mereka dengan maksud menangguhkan kepailitan justru memudahkan atau mengizinkan pinjaman uang dengan syarat memberatkan, padahal keadaan pailit tidak bisa dihindari. Ketiga, apabila mereka tidak memenuhi kewajiban pencatatan atau tidak dapat memperlihatkan dokumen dan catatan yang sebenarnya. KUHP Baru menyederhanakan redaksi ini dengan bahasa yang lebih ringkas dan menyesuaikan rujukan hukum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Ancaman Pidana: Lebih Berat dan Ada Pilihan Denda

KUHP Lama mengancam pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan. Dalam KUHP Baru, ancaman pidana diperberat menjadi paling lama 1 tahun 6 bulan, ditambah dengan alternatif pidana denda paling banyak kategori VI, yang berdasarkan ketentuan Pasal 79 KUHP Baru setara dengan Rp2.000.000.000. Hal ini menunjukkan adanya penguatan efek jera serta penyesuaian sanksi dengan kondisi ekonomi dan perkembangan praktik bisnis di era modern.

Perumusan Norma: Lebih Sistematis dan Fungsional

Secara redaksional, Pasal 516 KUHP Baru menunjukkan gaya perumusan norma yang lebih modern, lugas, dan sistematis dibanding Pasal 398 KUHP Lama. Penyederhanaan bahasa dan rujukan hukum dalam KUHP Baru menunjukkan upaya pemerintah untuk membuat hukum pidana lebih mudah dipahami oleh masyarakat dan pelaku usaha, serta lebih adaptif terhadap dinamika peraturan di luar KUHP.

Kesimpulan: Modernisasi dan Harmonisasi Hukum Korporasi

Dengan tetap mempertahankan substansi tanggung jawab pidana pengurus atau komisaris dalam situasi pailit, KUHP Baru memperkuat aspek kepastian hukum, efektivitas pemidanaan, dan keselarasan dengan hukum perdata atau korporasi lainnya. Ini mencerminkan langkah menuju harmonisasi antara hukum pidana dan hukum bisnis yang semakin kompleks dan dinamis di Indonesia.