Disusun Oleh Lawyer Ahdan Ramdani
Aturan mengenai keharusan pencatatan perkawinan terdapat pada Pasal 5 dan Pasal 6 Kompilasi Hukum Islam.
Pasal 5
- Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
- Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.
Pasal 6
- Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
- Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.
Pasal 7
- Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
- Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
- Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
- Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
- Hilangnya Akta Nikah;
- Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian;
- Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan;
- Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974;
- Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.