Pasal 389 KUHP Lama menyatakan:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menghancurkan, memindahkan, membuang atau membikin tak dapat dipakai sesuatu yang digunakan untuk menentukan batas pekarangan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”
Pasal 505 KUHP Baru menyatakan:
“Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, merusak, menghancurkan, memindahkan, membuang, atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi Barang yang digunakan untuk menentukan batas pekarangan atau batas hak atas tanah yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”
Rumusan Pasal dalam KUHP Lama
Pasal 389 KUHP Lama mengatur tindak pidana terhadap siapa saja yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, melakukan penghancuran, pemindahan, pembuangan, atau perusakan benda yang digunakan untuk menentukan batas pekarangan. Ancaman pidana yang dikenakan adalah penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Pasal ini menekankan aspek perlindungan terhadap tanda batas tanah atau pekarangan sebagai alat pembuktian batas hak kepemilikan.
Perluasan dan Penegasan dalam KUHP Baru
Pasal 505 KUHP Baru masih mempertahankan inti delik yang sama, namun rumusannya diperluas dan dipertegas. Frasa “merusak” ditambahkan di awal sebagai perluasan bentuk perbuatan yang dapat dikenai pidana. Selain itu, objek yang dilindungi tidak hanya batas pekarangan, tetapi juga batas hak atas tanah yang sah, menunjukkan pengakuan eksplisit terhadap perlindungan hukum atas batas kepemilikan tanah secara umum.
KUHP Baru juga memperjelas konsekuensi hukuman dengan menetapkan dua jenis sanksi pidana: pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yang menunjukkan fleksibilitas dalam pemidanaan.
Persamaan dan Perbedaan Substansial
Secara substansi, kedua pasal memiliki unsur kesengajaan, tujuan menguntungkan secara melawan hukum, dan objek berupa tanda batas tanah atau pekarangan. Namun, KUHP Baru lebih lengkap dari segi redaksi, cakupan objek hukum, dan jenis pidana. Penambahan bentuk perbuatan seperti “merusak” dan frasa “batas hak atas tanah yang sah” menunjukkan adanya penyesuaian dengan dinamika pertanahan modern serta konflik agraria yang sering muncul.
Perbedaan lainnya terletak pada jenis pidana: KUHP Lama hanya mengenal pidana penjara, sedangkan KUHP Baru memberikan alternatif berupa pidana denda, yang mengindikasikan pendekatan pemidanaan yang lebih proporsional dan restoratif.
Penutup
Perbandingan ini menunjukkan bahwa KUHP Baru tetap mempertahankan semangat perlindungan terhadap tanda batas kepemilikan tanah, namun dengan rumusan yang lebih lengkap dan modern. Hal ini mencerminkan peningkatan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah, serta penyesuaian terhadap kebutuhan hukum pertanahan yang lebih kompleks. KUHP Baru secara umum memberikan instrumen hukum yang lebih kuat dan fleksibel dalam menindak pelanggaran terhadap kejelasan batas tanah.
