Perbandingan Pasal 372 KUHP Lama dan 486 KUHP Baru Tentang Tindak Pidana Penggelapan

Pasal 372 KUHP Lama:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Pasal 486 KUHP Baru:

“Setiap Orang yang secara melawan hukum memiliki suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena Tindak Pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Rumusan Umum

Pasal 372 KUHP Lama merumuskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan secara melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, tetapi berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, dapat dipidana karena penggelapan dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Sementara itu, Pasal 486 KUHP Baru merumuskan hal serupa namun dengan bahasa yang lebih modern dan ringkas. Dalam KUHP Baru, setiap orang yang secara melawan hukum memiliki barang milik orang lain yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak kategori IV.

Perbandingan Unsur-Unsur

Secara unsur, kedua pasal tersebut memuat elemen yang hampir sama, namun dengan redaksi yang berbeda. KUHP Lama menggunakan istilah “Barang siapa”, sedangkan KUHP Baru menggantinya dengan “Setiap Orang” untuk menyesuaikan dengan terminologi dalam peraturan perundang-undangan terkini. Unsur kesengajaan yang tercantum dalam KUHP Lama dihilangkan dalam KUHP Baru, sehingga hanya tersisa unsur “secara melawan hukum””. Selain itu, KUHP Lama menggunakan frasa “dalam kekuasaan bukan karena kejahatan”, sedangkan KUHP Baru memperbaruinya menjadi “dalam kekuasaan bukan karena tindak pidana”, mengikuti sistem klasifikasi hukum pidana nasional yang lebih mutakhir.

Perubahan Terminologi dan Formulasi

KUHP Baru menunjukkan adanya pembaruan dalam hal bahasa hukum dan struktur perumusan norma. Istilah “Barang siapa” yang bersifat arkais diganti dengan “Setiap Orang” untuk menjunjung asas kepastian hukum dan kesetaraan di hadapan hukum. Lebih lanjut, di dalam KUHP Baru tidak lagi memuat unsur “dengan sengaja”, yang sebelumnya menjadi elemen subjektif utama dalam KUHP Lama. Hal ini kemungkinan dimaksudkan untuk menyederhanakan pembuktian unsur niat jahat (mens rea), yang kini dianggap sudah tercakup dalam unsur “secara melawan hukum memiliki”. Penggantian istilah “kejahatan” dengan “tindak pidana” juga menunjukkan transisi menuju sistem hukum pidana yang tidak lagi membedakan antara “kejahatan” dan “pelanggaran”.

Perbandingan Sanksi

Perbedaan mencolok antara KUHP Lama dan KUHP Baru tampak dalam sistem sanksi denda. Dalam KUHP Lama, denda maksimal ditetapkan sebesar sembilan ratus rupiah, yang kini sudah tidak relevan secara ekonomi maupun hukum. KUHP Baru mengatasi kelemahan ini dengan menerapkan sistem denda berdasarkan kategori. Untuk penggelapan, ancaman dendanya termasuk dalam kategori IV yang berarti denda maksimal sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah), sebagaimana tercantum dalam Pasal 79 KUHP Baru. Pendekatan ini lebih adaptif terhadap inflasi dan perkembangan nilai ekonomi masyarakat.

Kesimpulan

Pasal 372 KUHP Lama dan Pasal 486 KUHP Baru secara substansi tetap mengatur perbuatan yang sama, yaitu penggelapan atas barang milik orang lain yang berada dalam penguasaan pelaku tanpa dasar tindak pidana. Perbedaannya terletak pada perumusan yang lebih modern, sistem sanksi yang diperbarui, serta penggunaan istilah hukum yang lebih relevan di KUHP Baru. Hal ini mencerminkan kodifikasi hukum pidana yang lebih sistematis, progresif, dan sesuai dengan kebutuhan penegakan hukum di era kontemporer.