Pasal 21 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan:
- Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, apabila telah terjadi cidera janji oleh debitor dan atas Pemberi Fidusia pihak ketiga.
- Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan objek yang setara.
- Dalam hal Pemberi Fidusia cidera janji, maka hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi hukum menjadi objek Jaminan Fidusia pengganti dari objek Jaminan Fidusia yang dialihkan.
Kelonggaran untuk Mengalihkan Benda Persediaan
Ayat (1) Pasal 21 memberikan kelonggaran kepada Pemberi Fidusia untuk mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia. Pengalihan ini harus dilakukan dengan cara dan prosedur yang lazim dalam usaha perdagangan, seperti penjualan, penyewaan, atau distribusi barang. Ketentuan ini bertujuan mendukung kelancaran aktivitas usaha, karena jika persediaan tidak boleh dijual, roda perdagangan akan terhenti.
Pengecualian Saat Terjadi Cidera Janji
Menurut ayat (2), hak untuk mengalihkan benda persediaan tidak berlaku apabila debitor telah melakukan cidera janji (wanprestasi). Dalam kondisi ini, penerima fidusia berhak menahan atau melarang penjualan barang persediaan untuk mengamankan haknya. Ketentuan ini juga berlaku jika pemberi fidusia adalah pihak ketiga yang menjaminkan barangnya untuk utang orang lain.
Kewajiban Mengganti Objek Jaminan
Ayat (3) mewajibkan Pemberi Fidusia yang telah mengalihkan benda persediaan untuk mengganti dengan objek setara. Artinya, setiap kali stok barang dijual, harus ada penggantian berupa barang baru atau sejenis yang nilainya setara. Tujuannya adalah menjaga agar nilai jaminan tetap cukup untuk menutup utang yang dijamin.
Hasil Pengalihan Menjadi Jaminan Pengganti
Ayat (4) mengatur bahwa apabila Pemberi Fidusia wanprestasi, maka hasil penjualan atau tagihan yang timbul dari pengalihan persediaan secara otomatis (demi hukum) menjadi objek fidusia pengganti. Hal ini berarti penerima fidusia dapat langsung menagih uang hasil penjualan atau mengambil alih piutang tersebut sebagai pelunasan, tanpa memerlukan perjanjian tambahan.
Contoh Kasus
PT Maju Jaya adalah perusahaan elektronik yang mendapatkan pinjaman modal kerja dari Bank Nusantara sebesar Rp5 miliar. Sebagai jaminan, PT Maju Jaya menyerahkan persediaan televisi, kulkas, dan mesin cuci yang ada di gudangnya kepada bank dalam bentuk jaminan fidusia.
Dalam kegiatan normal, PT Maju Jaya menjual 50 unit televisi kepada pelanggan.
Penjualan ini sah karena dilakukan dalam prosedur perdagangan biasa, sesuai ayat (1).
Tiga bulan kemudian, PT Maju Jaya mulai menunggak angsuran pinjaman selama dua bulan (wanprestasi). Sejak saat itu, hak untuk menjual persediaan tidak berlaku lagi. Bank Nusantara bisa menahan atau melarang penjualan barang yang tersisa agar nilai jaminan tetap aman.
Saat menjual 50 unit televisi tadi (sebelum wanprestasi), PT Maju Jaya wajib mengganti stok tersebut dengan barang setara, misalnya televisi tipe lain atau barang elektronik dengan nilai yang sama, agar nilai total jaminan tetap Rp5 miliar.
Ketika PT Maju Jaya wanprestasi, hasil penjualan 50 televisi tersebut, misalnya uang tunai Rp500 juta yang sudah diterima, dan piutang Rp200 juta dari pelanggan yang belum membayar, secara otomatis menjadi jaminan fidusia pengganti. Bank Nusantara berhak menagih piutang tersebut atau menyita uangnya untuk menutup sisa utang.
