Perbandingan Pasal 403 KUHP Lama dan Pasal 518 KUHP Baru Tentang Pelanggaran Terhadap Anggaran Dasar Korporasi

Pasal 403 KUHP Lama menyatakan:

“Seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas maskapai andil Indonesia atau perkumpulan koperasi di luar ketentuan pasal 398, turut membantu atau mengizinkan dilakukan perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar, dan oleh karena itu mengakibatkan perseroan, maskapai atau perkumpulan tak dapat memenuhi kewajibannya, atau harus dibubarkan, diancam dengan pidana denda paling banyak seratus lima puluh ribu rupiah.”

Pasal 518 KUHP Baru menyatakan:

“Pengurus atau komisaris Korporasi di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 516, yang membantu atau mengizinkan perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar yang mengakibatkan Korporasi tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya atau harus dibubarkan, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori VI.”

Ruang Lingkup Subjek Hukum

Pasal 403 KUHP Lama secara eksplisit menyebut subjek hukum sebagai “pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia, atau perkumpulan koperasi.” Sementara Pasal 518 KUHP Baru merangkum subjek hukum dalam satu istilah generik yaitu “pengurus atau komisaris Korporasi”, yang telah dijelaskan dalam KUHP Baru sebagai entitas berbadan hukum atau badan usaha. Penyederhanaan ini bertujuan agar norma hukum lebih aplikatif terhadap berbagai bentuk badan hukum di Indonesia.

Perbuatan yang Dilarang

Kedua pasal mengatur tindakan membantu atau mengizinkan perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar Korporasi. Dalam KUHP Lama, tindak pidana ini dikaitkan dengan akibat hukum yang ditimbulkan, yaitu: (1) ketidakmampuan memenuhi kewajiban, atau (2) keharusan untuk dibubarkan. KUHP Baru mempertahankan unsur-unsur ini secara substantif, menunjukkan bahwa fokus pidana tetap pada penyimpangan dari anggaran dasar yang berakibat fatal bagi kelangsungan Korporasi.

Pengecualian dan Rujukan Pasal Lain

KUHP Lama menyatakan bahwa ketentuan ini berlaku “di luar ketentuan Pasal 398” (tentang penggelapan atau penipuan terkait pengurusan korporasi). KUHP Baru menyatakan pengecualian serupa dengan merujuk pada Pasal 516, yang mengatur tindak pidana kepailitan yang dilakukan secara curang oleh pengurus atau komisaris Korporasi. Dengan demikian, KUHP Baru secara sistematis mengintegrasikan struktur rujukan pasal agar lebih konsisten dalam konstruksi hukum pidana korporasi.

Sanksi Pidana

KUHP Lama menjatuhkan sanksi dalam bentuk pidana denda dengan nilai nominal yang sangat kecil menurut standar saat ini, yaitu Rp150.000. KUHP Baru memperbarui bentuk ancaman pidana denda menjadi kategori VI, yang mengacu pada sistem denda progresif dalam KUHP Baru (kategori VI setara dengan maksimal Rp2.000.000.000). Hal ini menunjukkan penyesuaian terhadap nilai ekonomi modern dan meningkatkan efek jera.

Bahasa dan Terminologi

KUHP Baru menggunakan istilah yang lebih universal dan kontemporer seperti “Korporasi” dan “anggaran dasar”, serta merapikan struktur kalimat sehingga lebih jelas dan sistematis. Gaya bahasa KUHP Baru juga menghindari redundansi serta menggunakan frasa hukum baku, sejalan dengan modernisasi hukum pidana nasional.