Perbandingan Pasal 394 KUHP Lama dan Pasal 510 KUHP Baru Tentang Tindak Pidana Penipuan Oleh Anggota Keluarga

Pasal 394 KUHP Lama menyatakan:

“Ketentuan pasal 367 (Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga) berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam bab ini, kecuali yang dirumuskan dalam ayat kedua pasal 393 bis (Tindak Pidana Keterangan Palsu dalam Gugatan Cerai atau Permohonan Pailit), sepanjang kejahatan dilakukan mengenai keterangan untuk mohon cerai atau pisah meja dan ranjang.”

Pasal 510 KUHP Baru menyatakan:

“Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 481(Tindak Pidana Pencurian dalam Keluarga) berlaku juga bagi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 sampai dengan Pasal 509 (Tindak Pidana Keterangan Palsu dalam Gugatan Cerai atau Permohonan Pailit), kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 509 huruf b.”

Pasal 509 huruf b menyatakan: “suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud dalam huruf a”

Konteks dan Tujuan Pengaturan

Pasal 394 KUHP Lama merupakan pasal yang memberikan rujukan khusus terhadap Pasal 367 KUHP Lama tentang tindak pidana pencurian dalam keluarga. Pada intinya, pasal ini menyatakan bahwa ketentuan mengenai tidak dituntutnya tindak pidana pencurian dalam keluarga juga berlaku untuk kejahatan-kejahatan tertentu dalam Bab yang sama, yakni Bab tentang kejahatan terhadap kepercayaan dalam urusan perdata.

Namun, terdapat pengecualian penting, yaitu terhadap tindak pidana yang diatur dalam Pasal 393 bis ayat (2), khususnya mengenai pemberian keterangan palsu oleh suami atau istri dalam permohonan cerai atau pisah meja dan ranjang. Dalam hal ini, ketentuan perlindungan terhadap pelaku dalam keluarga tidak berlaku.

Penyesuaian dalam KUHP Baru

Dalam KUHP Baru, pengaturan serupa dimuat dalam Pasal 510. Pasal ini menyatakan bahwa ketentuan pidana dalam Pasal 481 KUHP Baru (yang merupakan padanan dari Pasal 367 KUHP Lama tentang tindak pidana dalam keluarga) juga berlaku terhadap tindak pidana dalam Pasal 492 sampai dengan Pasal 509.

Namun, Pasal 509 huruf b secara tegas dikecualikan, yaitu mengenai suami atau istri yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat dalam gugatan atau permohonan cerai. Ini menunjukkan bahwa KUHP Baru mempertahankan prinsip bahwa perbuatan manipulatif dalam perkara keluarga tetap dapat dipidana, meskipun dilakukan oleh anggota keluarga sendiri.

Substansi Tetap, Sistematika Diperbarui

Meskipun rumusan Pasal 510 KUHP Baru mengalami pembaruan dari segi bahasa dan struktur, substansi hukumnya tetap sama dengan Pasal 394 KUHP Lama. Kedua pasal ini menegaskan bahwa meskipun hukum pidana memberikan perlindungan khusus dalam konteks keluarga, perlindungan tersebut tidak berlaku jika tindakan dalam perkara perdata keluarga dilakukan dengan itikad buruk, seperti memberikan keterangan palsu.

Yang membedakan hanyalah sistematika dan terminologi. KUHP Baru menggunakan format numerik dan huruf (misalnya: “Pasal 509 huruf b”) yang lebih terstruktur, serta mengganti istilah seperti “pemiutang” menjadi “kreditur”, dan “pengacara” menjadi “advokat”.

Prinsip yang Dipertahankan

Baik KUHP Lama maupun KUHP Baru sama-sama mencerminkan prinsip perlindungan terhadap relasi keluarga, khususnya agar perkara pidana tidak serta-merta digunakan dalam konflik internal rumah tangga. Namun, prinsip tersebut tidak dimaksudkan untuk membiarkan manipulasi proses hukum, apalagi dalam perkara penting seperti perceraian dan kepailitan.

Pengecualian dalam Pasal 393 bis ayat (2) KUHP Lama dan Pasal 509 huruf b KUHP Baru menunjukkan bahwa kejujuran dalam proses peradilan tetap harus ditegakkan, meskipun pelakunya adalah anggota keluarga sendiri.

Kesimpulan

Dengan demikian, Pasal 510 KUHP Baru adalah bentuk pembaruan sistematis dari Pasal 394 KUHP Lama, tanpa mengubah esensi norma. KUHP Baru memberikan kejelasan melalui perincian pasal dan format yang lebih modern, sambil tetap menegaskan bahwa manipulasi proses perdata oleh anggota keluarga khususnya melalui pemberian keterangan palsu tidak dapat dibiarkan tanpa pertanggungjawaban pidana.