Pasal 362 KUHP Lama menyatakan:
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Pasal 476 KUHP Baru menyatakan:
“Setiap Orang yang mengambil suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.”
Pasal 362 KUHP Lama dan Pasal 476 KUHP Baru pada dasarnya mengatur tindak pidana yang sama, yakni pencurian. Keduanya memuat unsur utama berupa perbuatan mengambil barang milik orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum. Namun, terdapat beberapa perbedaan penting dalam redaksi, gaya bahasa, dan sistem pemidanaannya.
KUHP Lama menggunakan formulasi bahasa hukum peninggalan kolonial Belanda seperti “Barang siapa mengambil barang sesuatu…,” yang terkesan kaku dan tidak lagi sesuai dengan perkembangan bahasa hukum modern. Sementara itu, KUHP Baru merapikan bahasa tersebut menjadi lebih lugas dan mudah dipahami, misalnya dengan mengganti frasa “Barang siapa” menjadi “Setiap Orang”, dan memperjelas objek delik menjadi “suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain”.
Dari sisi ancaman pidana, keduanya masih menetapkan maksimal pidana penjara selama lima tahun. Namun, KUHP Baru tidak lagi menggunakan nominal denda tetap sebagaimana KUHP Lama (Rp900), melainkan memperkenalkan sistem kategori denda. Dalam hal ini, pencurian diancam dengan pidana denda paling banyak kategori V, yang dalam Pasal 79 KUHP Baru ditetapkan maksimal sebesar Rp500.000.000. Sistem ini memberi fleksibilitas dan relevansi yang lebih baik terhadap nilai ekonomi saat ini dan di masa mendatang.
Dengan demikian, meskipun inti delik tidak berubah, KUHP Baru melakukan penyempurnaan dalam aspek redaksional dan struktur sanksi, sehingga dapat memberikan kepastian hukum yang lebih modern, rasional, dan responsif terhadap dinamika masyarakat.