Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan:
- Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian;
- Pembebanan jaminan atas Benda atau piutang yang diperoleh kemudian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri.
Ruang Lingkup Objek Jaminan Fidusia
Pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan atas satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang sudah dimiliki pada saat perjanjian dibuat maupun yang akan diperoleh di kemudian hari (after-acquired assets). Hal ini menandakan bahwa objek jaminan tidak terbatas hanya pada benda yang telah ada, tetapi juga bisa mencakup benda yang belum eksis secara fisik atau yuridis saat perjanjian dibuat.
Contoh dari benda berwujud (lichamelijke zaken/tangible goods) adalah kendaraan, mesin produksi, atau barang dagangan. Sedangkan contoh benda tidak berwujud (onlichamelijke zaken/intangible goods) adalah piutang atau hak tagih kepada pihak ketiga.
Jaminan atas Benda yang Diperoleh Kemudian
Pasal 9 ayat (2) memperjelas bahwa benda atau piutang yang diperoleh setelah perjanjian fidusia dibuat tidak memerlukan perjanjian baru. Cukup dengan satu akta jaminan fidusia yang menyebutkan kemungkinan perolehan benda di kemudian hari, maka benda tersebut langsung tercakup dalam jaminan.
Prinsip ini memberi efisiensi tinggi bagi dunia usaha, khususnya perusahaan yang bergerak di sektor perdagangan, manufaktur, dan distribusi, di mana barang dan piutang dapat berubah dan bertambah setiap waktu.
Implikasi Praktis dalam Dunia Usaha
Dalam praktik, ketentuan ini sangat membantu pelaku usaha yang memerlukan pembiayaan berbasis inventory atau accounts receivable. Contoh kasus: sebuah perusahaan logistik memberikan jaminan fidusia atas seluruh kendaraan operasional dan piutang pelanggan. Ketika perusahaan menambah armada baru atau menambah piutang dari klien baru, objek tersebut langsung masuk dalam cakupan jaminan yang sudah ada, tanpa harus menandatangani akta fidusia baru setiap kali terjadi penambahan.
Kepastian dan Perlindungan Hukum
Ketentuan ini memberikan kepastian hukum bagi kreditur (penerima fidusia) bahwa objek jaminan akan terus mencakup kekayaan yang relevan, meskipun benda tersebut belum ada saat perjanjian ditandatangani. Dalam konteks hukum perjanjian, ini merupakan bentuk dari perjanjian yang bersifat terbuka terhadap perkembangan objek jaminan.
Bagi debitur (pemberi fidusia), ketentuan ini juga menghindarkan dari beban administratif yang berat dan biaya tambahan akibat pembuatan perjanjian jaminan baru setiap kali terjadi perolehan benda baru.
Kesimpulan
Pasal 9 menegaskan bahwa jaminan fidusia bersifat fleksibel dan dinamis, memungkinkan benda dan piutang yang diperoleh setelah perjanjian dibuat tetap masuk dalam cakupan jaminan. Hal ini memberikan efisiensi, kepastian hukum, serta mendukung kelancaran aktivitas ekonomi dan pembiayaan.
