Eksekusi Jaminan Fidusia

Pasal 29 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan:

1. Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:

a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia.

b. penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas

kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

2. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalama ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang tersebar di daerah yang bersangkutan.

Dasar Eksekusi karena Cidera Janji

Pasal 29 mengatur langkah hukum yang dapat ditempuh apabila debitur atau pemberi fidusia melakukan cidera janji (wanprestasi). Dalam kondisi ini, penerima fidusia (kreditur) berhak mengeksekusi benda yang menjadi objek fidusia untuk melunasi piutangnya. Eksekusi ini merupakan bentuk perlindungan hukum agar kreditur tetap dapat memperoleh haknya.

Pelaksanaan Titel Eksekutorial

Sertifikat Jaminan Fidusia memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, penerima fidusia dapat mengeksekusi objek fidusia melalui pengadilan dengan menggunakan titel eksekutorial tanpa perlu mengajukan gugatan baru. Mekanisme ini mempercepat proses eksekusi karena sertifikat fidusia sendiri sudah memiliki kekuatan eksekutorial.

Eksekusi Melalui Pelelangan Umum

Selain melalui pengadilan, eksekusi dapat dilakukan dengan menjual objek fidusia melalui pelelangan umum. Hasil pelelangan digunakan untuk melunasi piutang kreditur, sedangkan sisanya (jika ada) harus dikembalikan kepada debitur. Cara ini dianggap lebih terbuka dan transparan, karena dilakukan oleh lembaga lelang resmi.

Penjualan di Bawah Tangan

Pilihan lain adalah penjualan di bawah tangan, yaitu penjualan langsung berdasarkan kesepakatan antara debitur dan kreditur. Cara ini dapat dipilih jika diyakini mampu menghasilkan harga tertinggi yang lebih menguntungkan kedua belah pihak dibanding pelelangan umum. Namun, mekanisme ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merugikan salah satu pihak.

Syarat Penjualan di Bawah Tangan

Pasal 29 ayat (2) menetapkan syarat khusus untuk penjualan di bawah tangan. Penjualan baru dapat dilakukan setelah satu bulan sejak adanya pemberitahuan tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya di dua surat kabar lokal. Ketentuan ini bertujuan menjaga keterbukaan, memberikan kesempatan kepada publik untuk mengetahui, serta memastikan harga penjualan tetap wajar.

Contoh Kasus

Seorang debitur, Bapak Andi, membeli mobil dengan kredit dari Bank Z dan menjadikannya objek jaminan fidusia. Karena gagal membayar cicilan, Bank Z memiliki beberapa opsi: (1) menggunakan titel eksekutorial untuk langsung mengeksekusi mobil, (2) melelang mobil tersebut melalui pelelangan umum, atau (3) menjual mobil secara di bawah tangan bersama Bapak Andi dengan harga terbaik, dengan syarat pemberitahuan dan pengumuman dilakukan sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (2).