Pembatasan Penggunaan Objek Jaminan Fidusia

Pasal 23 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan:

  1. Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, apabila Penerima Fidusia setuju bahwa Pemberi Fidusia dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur, atau mengalihkan Benda atau hasil dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, atau menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang, maka persetujuan tersebut tidak berarti bahwa Penerima Fidusia melepaskan Jaminan Fidusia.
  2. Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.

Hubungan Pasal 23 dengan Pasal 21

Pasal 23 ayat (1) menegaskan bahwa ketentuan di dalamnya tidak mengurangi isi Pasal 21. Artinya, aturan mengenai pengalihan objek jaminan fidusia, khususnya yang berupa benda persediaan, tetap berlaku. Ayat ini memperjelas bahwa meskipun Penerima Fidusia (kreditur) memberikan persetujuan kepada Pemberi Fidusia (debitur) untuk menggunakan, menggabungkan, mencampur, mengalihkan, menagih, atau melakukan kompromi atas piutang yang menjadi objek jaminan fidusia, persetujuan tersebut tidak berarti bahwa kreditur melepaskan hak jaminan fidusianya. Dengan kata lain, hak jaminan fidusia tetap melekat pada objek atau hasil dari objek tersebut.

Persetujuan Kreditur Bukan Pelepasan Jaminan

Ayat (1) juga melindungi hak kreditur dari potensi kehilangan jaminan akibat perbuatan debitur yang telah disetujui. Misalnya, jika objek jaminan berupa bahan baku diolah menjadi barang jadi atau dijual, persetujuan kreditur untuk hal tersebut tidak menghapuskan hak jaminan fidusia. Hak itu akan beralih pada barang pengganti, hasil penjualan, atau piutang yang timbul, sehingga posisi hukum kreditur tetap aman.

Larangan Pengalihan untuk Benda Non-Persediaan

Pasal 23 ayat (2) menetapkan larangan tegas bagi debitur untuk mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan objek jaminan fidusia yang bukan berupa benda persediaan tanpa persetujuan tertulis dari kreditur. Larangan ini bertujuan menjaga keamanan posisi kreditur terhadap aset yang bersifat tetap atau strategis, seperti kendaraan operasional, mesin, atau properti yang dijaminkan. Jika pelanggaran terjadi, debitur dapat dianggap wanprestasi dan kreditur berhak mengeksekusi jaminan sesuai prosedur hukum.

Contoh Kasus I (Menggunakan Objek Fidusia):

PT Sinar Jaya Mandiri meminjam modal usaha sebesar Rp1.000.000.000 dari Bank Nusantara. Sebagai jaminan fidusia, PT Sinar Jaya menyerahkan 10 unit mesin jahit industri dan stok kain kepada bank. Perjanjian fidusia telah terdaftar resmi di Kantor Pendaftaran Fidusia.

Situasi 1 – Persetujuan Tidak Menghapus Jaminan (Ayat 1)

Bank Nusantara memberikan persetujuan tertulis kepada PT Sinar Jaya untuk menggunakan stok kain tersebut guna memproduksi baju pesanan klien. Dari penjualan baju tersebut, PT Sinar Jaya memperoleh pendapatan Rp300.000.000.

Analisis: Walaupun kain (objek jaminan) telah diubah menjadi baju dan dijual, hak jaminan fidusia bank tetap melekat pada hasil penjualan atau barang pengganti.

Situasi 2 – Larangan Pengalihan Benda Non-Persediaan (Ayat 2)

Tanpa persetujuan tertulis dari bank, PT Sinar Jaya menyewakan 2 unit mesin jahit kepada perusahaan lain untuk mendapatkan tambahan pemasukan.

Analisis: Mesin jahit merupakan benda non-persediaan. Tindakan penyewaan tanpa izin tertulis melanggar Pasal 23 ayat (2) dan dapat dianggap wanprestasi. Bank dapat menuntut pengembalian mesin atau mengeksekusi jaminan sesuai prosedur hukum.

Contoh Kasus II (Menggabungkan, Mencampur, atau Mengalihkan Objek Fidusia):

CV Prima Rasa meminjam Rp500.000.000 dari Bank Nusantara. Sebagai jaminan fidusia, CV Prima Rasa menyerahkan 1 ton gula dan 500 liter minyak kelapa yang digunakan untuk produksi kue. Perjanjian fidusia telah terdaftar di Kantor Pendaftaran Fidusia.

Kasus 1 – Menggabungkan Benda

Bank Nusantara memberikan persetujuan tertulis kepada CV Prima Rasa untuk menggabungkan gula yang menjadi objek jaminan fidusia dengan tepung, mentega, dan telur untuk membuat kue.

Analisis: Meskipun gula sudah berubah bentuk menjadi kue, hak fidusia tetap melekat pada produk akhir (kue) atau hasil penjualannya. Bank tidak kehilangan hak jaminan.

Kasus 2 – Mencampur Benda

CV Prima Rasa mencampur 500 liter minyak kelapa yang menjadi objek fidusia dengan 1.000 liter minyak sawit untuk menghasilkan minyak goreng campuran. Hal ini dilakukan dengan persetujuan bank.

Analisis: Fidusia tetap melekat pada minyak campuran tersebut atau hasil penjualannya, meskipun bentuk fisik dan sifat barang berubah.

Kasus 3 – Mengalihkan Benda

Dengan izin bank, CV Prima Rasa menjual 200 kg gula (objek fidusia) kepada toko lain dengan harga pasar, dan uang hasil penjualan digunakan untuk membeli bahan baku pengganti.

Analisis: Pengalihan ini tidak menghapus hak fidusia, karena objek jaminan langsung diganti dengan barang setara atau hasil penjualan menjadi pengganti objek fidusia.