Pasal 7 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan:
Utang yang pelunasannya dajamin dengan fidusia dapat berupa:
a. utang yang telah ada;
b. utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu; dan
c. utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.
Penjelasan:
Utang yang Telah Ada (Bestaande Schuld / Existing Debt)
Utang jenis ini merupakan utang yang sudah lahir sebelum akta jaminan fidusia dibuat. Meskipun jaminan fidusia tidak diberikan secara bersamaan dengan perjanjian utang, hukum tetap membolehkan pemberian jaminan fidusia secara terpisah setelah utang terjadi. Ini memberi ruang bagi debitur untuk tetap memperoleh pembiayaan terlebih dahulu, dan baru memberikan jaminan di kemudian hari.
Contoh kasus:
PT Alpha menerima pinjaman Rp500 juta dari Bank X pada 1 Januari 2024. Namun, jaminan baru diberikan pada 15 Februari 2024 dalam bentuk fidusia atas 5 unit kendaraan. Artinya, fidusia dijadikan jaminan atas existing debt (bestaande schuld).
Utang yang Akan Timbul di Kemudian Hari dalam Jumlah Tertentu (Toekomstige Schuld met Vastgestelde Bedrag / Future Debt with a Fixed Amount)
Jenis ini merujuk pada utang yang belum lahir saat akta fidusia dibuat, namun telah diperjanjikan sebelumnya dengan jumlah yang pasti. Bentuk ini lazim ditemukan dalam perjanjian kredit bergulir, pembiayaan berjangka, atau perjanjian pembelian secara angsuran.
Contoh kasus:
PT Beta memperoleh fasilitas kredit Rp2 miliar dari Bank Y yang akan dicairkan secara bertahap. Saat perjanjian kredit ditandatangani, dibuat juga Akta Fidusia atas stok barang. Meskipun pinjaman belum dicairkan seluruhnya, karena jumlahnya sudah ditentukan, fidusia ini menjamin future debt with a fixed amount.
Utang Bersyarat yang Dapat Ditetapkan Saat Eksekusi (Voorwaardelijke Schuld waarvan het Bedrag bij Executie Bepaalbaar is / Contingent Debt Determinable at the Time of Execution)
Ini adalah bentuk utang yang belum bisa ditentukan jumlahnya saat akta fidusia dibuat, namun memiliki dasar perjanjian pokok yang sah. Jumlah utang baru akan ditentukan saat eksekusi dilakukan, berdasarkan fakta-fakta prestasi yang telah dijalankan. Hal ini mencerminkan fleksibilitas fidusia dalam menjamin kewajiban yang bersifat dinamis dan berkembang.
Contoh kasus:
PT Gamma menandatangani kontrak distribusi dengan PT Delta. Barang dikirim secara berkala, dan pembayaran dilakukan berdasarkan faktur aktual. Untuk menjamin pembayaran, PT Gamma membuat Akta Fidusia atas kendaraan logistik. Nilai total utang akan ditentukan kemudian, berdasarkan jumlah barang yang telah diterima. Ini adalah contingent debt yang dapat dihitung saat eksekusi fidusia.
Penutup
Fleksibilitas Jaminan Fidusia dalam Hukum Indonesia
Pasal 7 UU No. 42 Tahun 1999 menegaskan bahwa jaminan fidusia dapat digunakan tidak hanya untuk utang yang telah terjadi, tetapi juga untuk utang yang akan terjadi di masa depan maupun utang yang jumlahnya belum pasti. Kejelasan jenis-jenis ini memberikan kepastian hukum, sekaligus menunjukkan bahwa sistem jaminan fidusia di Indonesia cukup adaptif terhadap kebutuhan pembiayaan dalam dunia usaha.
