Pasal 376 KUHP Lama menyatakan:
“Ketentuan dalam pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam bab ini.”
Pasal 490 KUHP Baru menyatakan:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 481 berlaku juga bagr Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 sampai dengan Pasal 489.”
Fungsi Normatif Pasal 376 KUHP Lama dan Pasal 490 KUHP Baru
Pasal 376 KUHP Lama dan Pasal 490 KUHP Baru memiliki fungsi yang identik, yakni sebagai pasal rujukan yang menerapkan ketentuan khusus tentang hubungan keluarga terhadap tindak pidana penggelapan. Pasal 376 KUHP Lama merujuk ke Pasal 367 KUHP Lama, sedangkan Pasal 490 KUHP Baru merujuk ke Pasal 481 KUHP Baru. Dengan demikian, keduanya memberikan dasar hukum agar pelaku penggelapan yang memiliki hubungan keluarga tertentu dengan korban diperlakukan secara khusus—baik berupa penghapusan penuntutan maupun pembatasan penuntutan hanya berdasarkan pengaduan.
Ketentuan dalam Pasal 367 KUHP Lama
Pasal 367 KUHP Lama menetapkan bahwa jika pelaku tindak pidana dalam Bab Pencurian dan Penggelapan adalah suami atau istri dari korban yang tidak terpisah meja dan ranjang atau tidak terpisah harta kekayaan, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana. Jika pelaku adalah pasangan yang telah terpisah atau anggota keluarga sedarah atau semenda sampai derajat kedua, maka penuntutan hanya dapat dilakukan atas dasar pengaduan korban. Pasal ini juga mengakomodasi struktur kekerabatan matriarkal, di mana ketentuan yang sama berlaku bagi figur ayah sosial dalam masyarakat tersebut.
Ketentuan dalam Pasal 481 KUHP Baru
Pasal 481 KUHP Baru merupakan padanan dari Pasal 367 KUHP Lama, tetapi disusun dengan redaksi dan struktur yang lebih modern dan sistematis. Dalam ayat (1), ditegaskan bahwa penuntutan pidana tidak dilakukan apabila pelaku adalah suami atau istri korban yang masih dalam status tidak terpisah meja, tempat tidur, atau harta kekayaan. Ayat (2) menyatakan bahwa jika pelaku adalah pasangan yang telah terpisah atau keluarga sedarah/semenda dalam garis lurus atau menyamping sampai derajat kedua, maka penuntutan hanya dapat dilakukan atas pengaduan korban. Ayat (3) mengatur bahwa dalam masyarakat matriarkat, pengaduan dapat juga diajukan oleh pihak yang menjalankan kekuasaan ayah.
Perbandingan Redaksi dan Sistematika
Pasal 376 KUHP Lama menyatakan rujukannya secara singkat dan implisit, tanpa menyebut pasal-pasal penggelapan secara eksplisit. Sebaliknya, Pasal 490 KUHP Baru merumuskan rujukan secara jelas dan terstruktur, dengan menyebut bahwa Pasal 481 juga berlaku untuk Pasal 486 sampai 489 yang mengatur tindak pidana penggelapan. Hal ini memperlihatkan adanya perbaikan dalam konsistensi dan keterbacaan norma hukum, sesuai dengan karakter KUHP Baru yang cenderung sistematis dan teknokratis.
Kesimpulan: Perlindungan Hukum terhadap Relasi Keluarga Tetap Dipertahankan
Baik KUHP Lama maupun KUHP Baru mempertahankan substansi bahwa hubungan kekeluargaan tertentu menjadi alasan untuk tidak dilakukan penuntutan pidana, atau menjadikannya delik aduan. Namun, KUHP Baru menyempurnakan formulasi dan struktur normatifnya, dengan menyusun relasi antar pasal secara lebih eksplisit dan mengurangi potensi multitafsir. Ini mencerminkan orientasi KUHP Baru untuk menghadirkan hukum pidana yang lebih modern, tertib, dan proporsional, tanpa menghilangkan nilai-nilai kekeluargaan yang tetap dilindungi oleh hukum.
Contoh Kasus: Penggelapan Dana Warisan oleh Kakak Kandung
Kronologi:
Seorang perempuan bernama Lestari (27 tahun) adalah ahli waris dari almarhum ayahnya bersama satu orang kakak laki-lakinya, Dedi (35 tahun). Sebelum wafat, ayah mereka memiliki rekening tabungan atas nama bersama dengan Dedi, berisi dana sebesar Rp300.000.000. Dana tersebut semula ditujukan untuk biaya pendidikan Lestari dan perawatan ibunya yang sudah lanjut usia.
Setelah ayah mereka wafat, Dedi diam-diam menarik habis seluruh saldo dari rekening tersebut tanpa sepengetahuan Lestari dan ibunya. Ketika ditanya, Dedi beralasan bahwa uang tersebut akan digunakan untuk kebutuhan keluarga, tetapi belakangan diketahui bahwa uang itu dipakai untuk membeli motor sport dan membayar cicilan apartemen pribadi.
Merasa dirugikan dan dikhianati, Lestari mempertimbangkan untuk melaporkan Dedi ke polisi atas dugaan tindak pidana penggelapan.
Analisis Hukum
Menurut KUHP Lama:
Berdasarkan Pasal 376 jo. Pasal 367 KUHP Lama, tindakan Dedi sebagai kakak kandung Lestari merupakan tindak pidana penggelapan oleh anggota keluarga sedarah dalam garis lurus ke samping derajat kedua. Oleh karena itu, penuntutan hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan dari korban (Lestari). Tanpa adanya pengaduan, perkara ini tidak dapat diproses secara hukum pidana.
Menurut KUHP Baru:
Berdasarkan Pasal 490 jo. Pasal 481 KUHP Baru, perbuatan Dedi juga tergolong sebagai tindak pidana penggelapan oleh anggota keluarga, dan penuntutannya tetap bersifat delik aduan. Lestari sebagai korban harus secara aktif membuat laporan/pengaduan agar proses hukum bisa dimulai. Jika di kemudian hari Lestari mencabut pengaduan, maka penuntutan wajib dihentikan.
Kesimpulan
Kasus ini menunjukkan bagaimana hubungan kekeluargaan yang dekat menjadi dasar pengecualian dalam hukum pidana, baik di KUHP Lama maupun KUHP Baru. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan ruang penyelesaian secara kekeluargaan, kecuali jika korban sendiri menghendaki proses hukum pidana. Namun, jika kerugian bersifat serius dan pengembalian tidak terjadi, maka hak untuk menuntut tetap tersedia, asalkan ada pengaduan formal dari pihak yang dirugikan.