Pasal 365 ayat (2) KUHP Lama:
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
- jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan;
- jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
- jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu;
- jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
Pasal 479 ayat (2) KUHP Baru:
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. pada malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau di dalam kendaraan angkutan umum yang sedang berjalan;
b. pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong, memecah, memanjat, memakai anak kunci palsu, menggunakan perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk masuk ke tempat melakukan tindak pidana atau sampai pada barang yang diambil;
c. yang mengakibatkan luka berat bagi orang; atau
d. secara bersama-sama dan bersekutu.
Substansi Hukum dan Unsur Pemberatan
Baik Pasal 365 ayat (2) KUHP Lama maupun Pasal 479 ayat (2) KUHP Baru sama-sama mengatur bahwa pencurian dengan kekerasan yang disertai keadaan memberatkan (qualifying circumstances) dapat dikenai pidana penjara maksimal 12 tahun. Unsur pemberatan ini bertujuan untuk menanggapi situasi di mana pencurian dilakukan dengan cara atau dalam kondisi yang secara hukum dinilai lebih berbahaya atau merugikan.
Secara umum, terdapat empat kelompok keadaan yang memperberat ancaman pidana dalam kedua pasal tersebut. Pertama, perbuatan dilakukan pada waktu dan tempat tertentu, seperti malam hari di dalam rumah atau pekarangan tertutup. Kedua, dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersekutu. Ketiga, dilakukan dengan cara-cara tertentu seperti merusak, memanjat, atau menggunakan sarana palsu. Keempat, apabila perbuatan tersebut mengakibatkan luka berat pada korban. Dengan demikian, secara substansi pokok, KUHP Baru mempertahankan semua unsur pemberatan dari KUHP Lama, meskipun dengan penyesuaian struktur dan perluasan redaksi.
Perbedaan Redaksional dan Penyempurnaan Terminologi
KUHP Baru merumuskan kembali ketentuan mengenai keadaan memberatkan tersebut dengan struktur yang lebih sistematis dan cakupan yang diperluas, tanpa mengubah esensi hukumnya. Perbedaan pertama terlihat pada aspek tempat kejadian. KUHP Lama hanya menyebut “malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan.” Sementara KUHP Baru memperluas rumusannya menjadi termasuk “di jalan umum” dan “dalam kendaraan angkutan umum yang sedang berjalan.” Perluasan ini menunjukkan upaya KUHP Baru untuk memperkuat perlindungan hukum terhadap masyarakat di ruang-ruang publik.
Perbedaan kedua terletak pada cara melakukan tindak pidana. KUHP Lama menyebut tindakan seperti “merusak” atau “memakai anak kunci palsu.” KUHP Baru memperluas metode ini dengan menambahkan kata kerja seperti “membongkar,” “memotong,” dan “memecah,” serta memperjelas tujuannya, yakni “untuk masuk ke tempat melakukan Tindak Pidana atau sampai pada Barang yang diambil.” Ini menunjukkan bahwa KUHP Baru tidak hanya memperluas metode teknis, tetapi juga memberi kejelasan mengenai maksud dari tindakan tersebut.
Selanjutnya, dalam hal akibat luka berat, perbedaan hanya terletak pada gaya bahasa. KUHP Lama menggunakan kalimat “jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat,” sedangkan KUHP Baru mengubahnya menjadi “yang mengakibatkan Luka Berat bagi orang.” Meskipun tidak mengubah makna, perubahan ini mencerminkan penyempurnaan tata bahasa hukum dan penegasan objek yang terkena dampak.
Terakhir, dalam aspek penyertaan, KUHP Lama menggunakan frasa “dua orang atau lebih dengan bersekutu,” sementara KUHP Baru menambahkan unsur “secara bersama-sama,” menjadi “secara bersama-sama dan bersekutu.” Penambahan ini memperjelas bahwa perbuatan bersama yang bersifat aktif turut dipertimbangkan sebagai faktor pemberat, sejalan dengan doktrin penyertaan (medeplegen) dalam hukum pidana modern.
Format dan Gaya Legislasi
KUHP Baru mengikuti prinsip legislasi modern yang mengedepankan struktur yang jelas dan kejelasan hukum (clear structure and legal clarity). Salah satu contohnya adalah penggunaan huruf poin (a–d) dalam menguraikan keadaan yang memberatkan, menggantikan sistem penomoran angka seperti pada KUHP Lama. Hal ini mempermudah pembacaan dan pemahaman isi pasal.
Selain itu, KUHP Baru menggunakan huruf kapital untuk frasa-frasa hukum penting seperti “Barang,” “Luka Berat,” “Anak Kunci Palsu,” dan “Tindak Pidana” guna menandai istilah teknis yang memiliki pengertian khusus dalam hukum pidana. Penulisan angka pidana juga diperbarui menjadi “12 (dua belas) tahun,” sesuai standar baku dalam sistem peraturan perundang-undangan nasional, yang menghendaki penyebutan angka dan huruf secara bersamaan untuk menghindari ambiguitas.
Kesimpulan
Pasal 479 ayat (2) KUHP Baru merupakan bentuk penyempurnaan dari Pasal 365 ayat (2) KUHP Lama dalam hal struktur redaksional dan sistematika perumusan hukum pidana. Meski secara substansi tidak terjadi perubahan terhadap inti pengaturan keadaan yang memberatkan, KUHP Baru memperjelas, memperluas, dan menyelaraskan rumusan dengan konteks sosial modern serta dengan sistem pembentukan peraturan perundang-undangan yang lebih sistematis.
Secara lebih spesifik, KUHP Baru memperluas cakupan tempat dan cara terjadinya tindak pidana, memperhalus gaya bahasa hukum, dan menyusun ulang struktur pasal secara lebih normatif. Hal ini dilakukan agar ketentuan hukum pidana dapat merespons kompleksitas kejahatan kontemporer dengan tetap menjaga kepastian dan kejelasan hukum. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pasal 479 ayat (2) KUHP Baru merupakan kelanjutan normatif dari Pasal 365 ayat (2) KUHP Lama yang telah diperbarui sesuai dengan kebutuhan zaman dan tuntutan sistem hukum nasional.