Pasal 25 Ayat (2) KUHP Baru: Pengalihan Hak Pengaduan kepada Anggota Keluarga Lain

Pasal 25 Ayat (2) KUHP Baru menyatakan:

“Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau Orang Tua atau wali itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis lurus.”

Penjelasan:

Pasal 25 ayat (2) mengatur mekanisme alternatif apabila orang tua atau wali tidak dapat bertindak sebagai pihak pengadu dalam perkara tindak pidana aduan yang korbannya belum berusia 16 tahun. Ketentuan ini memastikan bahwa hak anak sebagai korban tetap terlindungi meskipun orang tua atau walinya tidak dapat atau tidak layak untuk mengajukan pengaduan.

Pertama, pasal ini berlaku ketika orang tua atau wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) “tidak ada”. Situasi ini mencakup kondisi seperti anak yatim piatu, orang tua tidak diketahui keberadaannya, atau tidak memiliki wali yang sah. Dalam keadaan demikian, sistem hukum tetap menyediakan pihak yang berwenang mengajukan pengaduan, yaitu keluarga sedarah dalam garis lurus, seperti kakek, nenek, atau saudara kandung yang lebih tua.

Kedua, ketentuan ini juga berlaku ketika orang tua atau wali justru menjadi pihak yang harus diadukan. Misalnya, jika tindak pidana aduan dilakukan oleh ayah, ibu, atau wali terhadap anak, maka jelas mereka tidak dapat mengajukan pengaduan. Untuk mencegah kekosongan hukum dan memastikan korban memperoleh perlindungan, kewenangan beralih kepada keluarga sedarah dalam garis lurus.

Dengan demikian, Pasal 25 ayat (2) memastikan bahwa hak anak sebagai korban tindak pidana aduan tetap dapat ditegakkan melalui mekanisme pengaduan yang sah, sekaligus menghindari konflik kepentingan apabila orang tua atau wali adalah pelaku atau tidak tersedia.