Pasal 21 ayat (1) KUHP Baru: Pembantuan dalam Tindak Pidana (Medeplichtige)

Pasal 21 ayat (1) KUHP Baru menyatakan:

Setiap Orang dipidana sebagai pembantu Tindak Pidana jika dengan sengaja:

a. memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan Tindak Pidana; atau

b. memberi bantuan pada waktu Tindak Pidana dilakukan.

Penjelasan:

Pasal 21 ayat (1) KUHP Baru mengatur mengenai pertanggungjawaban pidana sebagai pembantu tindak pidana. Pembantuan adalah bentuk keterlibatan dalam tindak pidana yang sifatnya tidak langsung, yaitu seseorang tidak melakukan perbuatan inti dari suatu tindak pidana, tetapi dengan sengaja memberikan bantuan sehingga tindak pidana tersebut dapat terjadi atau berjalan lebih mudah. Karena perannya tidak sebesar pelaku utama, pembantu dikenai pertanggungjawaban yang lebih ringan dibandingkan pelaku atau peserta lain seperti penganjur atau yang turut serta melakukan.

Huruf (a) menjelaskan bahwa seseorang dipidana sebagai pembantu jika ia dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana. Memberi kesempatan berarti menyediakan keadaan atau peluang bagi pelaku utama untuk melakukan kejahatan, misalnya membiarkan pintu terbuka agar seseorang dapat masuk mencuri. Memberi sarana berarti menyediakan alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan, seperti memberikan mobil untuk digunakan sebagai kendaraan pelarian. Sedangkan memberi keterangan berarti memberikan informasi yang memudahkan pelaku, seperti memberitahukan posisi korban atau kondisi keamanan suatu tempat.

Huruf (b) menyatakan bahwa pembantuan juga terjadi apabila seseorang memberikan bantuan pada saat tindak pidana sedang dilakukan. Bantuan dalam tahap ini biasanya merupakan bantuan sekunder yang tidak masuk dalam inti perbuatan pidana. Contohnya adalah menjadi pengawas situasi di luar lokasi kejahatan, menahan korban agar memudahkan pelaku utama melakukan aksinya, atau menjadi sopir yang menunggu untuk membantu pelaku melarikan diri. Bantuan seperti ini tidak menjadikan orang tersebut sebagai “turut serta melakukan”, tetapi tetap dianggap sebagai pembantu.

Yang paling penting adalah bahwa semua bentuk bantuan tersebut harus dilakukan dengan sengaja. Artinya, pembantu mengetahui dan menghendaki bahwa bantuannya digunakan untuk melakukan tindak pidana. Jika seseorang memberi bantuan tanpa mengetahui bahwa bantuan itu berkaitan dengan tindak pidana, maka ia tidak dapat dipidana sebagai pembantu. Dengan demikian, Pasal 21 memberikan batas tegas bahwa hanya mereka yang secara sadar berkontribusi terhadap terjadinya tindak pidana yang dapat dimintai pertanggungjawaban sebagai pembantu.