Pasal 21 ayat (2) KUHP Baru menyatakan:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II.”
Penjelasan:
Pasal 21 ayat (2) KUHP Baru mengatur pengecualian terhadap ketentuan pembantuan sebagaimana dijelaskan dalam ayat (1). Inti dari ketentuan ini adalah bahwa pembantuan tidak dapat dipidana apabila tindak pidana yang dibantu tersebut hanya diancam dengan pidana denda paling banyak Kategori II, yaitu denda maksimal Rp 10.000.000. Dengan demikian, meskipun seseorang melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam ayat (1), seperti memberikan kesempatan, sarana, keterangan, atau bantuan saat tindak pidana dilakukan, pemidanaan tidak dapat diterapkan apabila tindak pidana pokoknya termasuk kategori sangat ringan.
Ketentuan ini lahir dari pertimbangan proporsionalitas pemidanaan. Tindak pidana dengan ancaman denda Kategori II merupakan tindak pidana ringan sehingga negara memandang pemidanaan terhadap pembantu tidak lagi sepadan secara moral maupun praktis. Pembantuan sendiri secara konseptual adalah peran yang bersifat marginal atau tidak utama dalam terjadinya tindak pidana. Karena itu, pemidanaan pembantu untuk tindak pidana ringan dianggap berlebihan dan tidak efektif.
Implikasi praktisnya adalah bahwa pembantu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana untuk perbuatan yang sifatnya ringan. Pelaku utama tetap dipidana sesuai ketentuan, namun pembantu dikecualikan. Dengan demikian, Pasal 21 ayat (2) menjadi mekanisme penyaring agar pemidanaan tetap proporsional dan tidak menjerat pihak-pihak dengan peran kecil dalam tindak pidana yang ancamannya sudah minimal.
