Pasal 6 KUHP Baru: Asas Universal

Pasal 6 KUHP Baru menyatakan:

Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan sebagai Tindak Pidana dalam Undang-Undang.

Penjelasan:

Asas Universal atau Universal Jurisdiction adalah prinsip hukum pidana internasional yang memungkinkan suatu negara untuk menuntut dan menghukum pelaku tindak pidana tertentu, meskipun perbuatan tersebut dilakukan di luar wilayah negara tersebut, dan pelaku maupun korban bukan warga negaranya. Dalam konteks Pasal 6, asas ini berlaku untuk tindak pidana yang diakui secara internasional sebagai kejahatan serius, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan penyiksaan berat. Dengan demikian, Indonesia dapat menegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan internasional tanpa batasan kewarganegaraan maupun lokasi terjadinya perbuatan.

Pasal 6 menegaskan cakupan subjek, wilayah, dan jenis tindak pidana yang dapat diterapkan. Frasa “setiap orang” menunjukkan bahwa ketentuan ini berlaku untuk semua individu, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing. Sementara itu, pernyataan “berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” menegaskan bahwa hukum Indonesia dapat menuntut pelaku meskipun kejahatan dilakukan di negara lain. Jenis tindak pidana yang dimaksud adalah kejahatan internasional yang telah dimasukkan ke dalam perundang-undangan nasional Indonesia, sehingga asas ini tidak bersifat otomatis, melainkan harus didukung oleh regulasi domestik.

Contoh Kasus: Pembajakan Laut Internasional

Pada tahun 2022, sebuah kapal berbendera Indonesia dibajak di perairan internasional Laut Sulawesi oleh sekelompok perompak. Meskipun perompakan terjadi di luar wilayah Indonesia, tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional yang diakui oleh Indonesia.

Berdasarkan Pasal 6 KUHP Baru, Indonesia memiliki yurisdiksi untuk menuntut pelaku perompakan tersebut meskipun kejadian berlangsung di luar wilayah Indonesia. Hal ini karena perompakan laut diatur dalam konvensi internasional yang telah disahkan oleh Indonesia, seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang mengatur tindak pidana pembajakan laut.

Setelah pelaku ditangkap oleh negara lain, Indonesia dapat melakukan proses ekstradisi berdasarkan perjanjian internasional yang ada. Jika ekstradisi berhasil, pelaku akan diadili di Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Kasus ini menunjukkan bagaimana Pasal 6 KUHP Baru memungkinkan Indonesia untuk menuntut pelaku tindak pidana internasional yang dilakukan di luar wilayahnya, asalkan perbuatan tersebut diakui sebagai tindak pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan dalam undang-undang Indonesia.