Pasal 3 ayat (4) KUHP Baru menyatakan:
“Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan dihapuskan.”
Penjelasan:
Salah satu contoh penerapan Pasal 3 ayat (4) KUHP Baru adalah dalam kasus perzinahan. Pada KUHP lama, perzinahan dapat dipidana apabila ada pengaduan dari suami atau istri. Namun, dalam KUHP baru pengaturannya berubah, sehingga beberapa bentuk hubungan konsensual antar orang dewasa tidak lagi dianggap tindak pidana. Misalnya, seseorang dipidana pada tahun 2024 karena pasangannya mengadu ke pihak berwenang. Dua tahun kemudian, tahun 2026, aturan berubah dan hubungan tersebut tidak lagi masuk kategori tindak pidana. Akibatnya, meskipun putusan sudah berkekuatan hukum tetap, pelaksanaan pidana harus dihentikan.
Contoh lain dapat dilihat pada kasus penjualan minuman beralkohol tertentu. Di beberapa daerah, KUHP lama dan aturan lokal masih menganggapnya sebagai tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara. Namun, jika kemudian keluar peraturan baru yang menghapus ketentuan pidana tersebut dan hanya menjadikannya pelanggaran administratif, maka pidana yang sedang dijalani menjadi tidak sah lagi. Misalnya, seorang pedagang dipidana enam bulan penjara pada tahun 2024, tetapi tahun 2026 aturan pidananya dihapus. Dengan sendirinya, eksekusi pidana tidak bisa dilanjutkan.
Kasus serupa juga bisa ditemukan dalam hal unjuk rasa tanpa izin. Dahulu, aksi demonstrasi yang dilakukan tanpa izin bisa dikenakan ancaman pidana. Namun, dengan berlakunya aturan baru, perbuatan tersebut tidak lagi dikategorikan sebagai tindak pidana, melainkan hanya pelanggaran administratif yang bisa berujung pembubaran. Jika seseorang sudah divonis pada tahun 2023 dan aturan berubah pada tahun 2025, maka hukuman pidananya harus dihentikan.
Contoh terakhir adalah penggunaan mata uang asing dalam transaksi tertentu. Dalam aturan lama, penggunaan valuta asing di luar ketentuan bisa dikenakan pidana. Akan tetapi, ketika peraturan baru menurunkan statusnya menjadi sekadar pelanggaran administratif, maka putusan pidana yang pernah dijatuhkan otomatis kehilangan dasar pelaksanaannya. Seseorang yang pernah dijatuhi pidana karena bertransaksi dengan dolar AS misalnya, tidak lagi dapat dieksekusi setelah hukum baru berlaku.