Pasal 24 ayat (2) KUHP Baru menyatakan:
“Tindak Pidana aduan harus ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.”
Penjelasan:
Ketentuan pada ayat (2) menegaskan bahwa suatu tindak pidana hanya dapat digolongkan sebagai tindak pidana aduan apabila Undang-Undang secara tegas menyebutkannya. Artinya, Undang-Undang harus secara eksplisit menentukan bahwa tindak pidana tertentu hanya dapat diproses apabila ada pengaduan dari pihak yang berhak. Tanpa ketegasan ini, suatu tindak pidana tidak dapat dianggap sebagai delik aduan.
Penegasan ini sangat penting karena berkaitan dengan asas legalitas, yaitu bahwa setiap unsur tindak pidana harus ditentukan dengan jelas oleh Undang-Undang. Termasuk di dalamnya apakah tindak pidana tersebut merupakan delik biasa atau delik aduan. Dengan demikian, aparat penegak hukum tidak diperbolehkan menafsirkan sendiri suatu tindak pidana sebagai aduan apabila tidak ditentukan secara jelas oleh peraturan perundang-undangan.
Selain itu, sifat aduan membawa konsekuensi hukum yang signifikan. Dalam tindak pidana aduan, proses penyidikan dan penuntutan tidak dapat dimulai tanpa adanya pengaduan dari pihak yang berhak. Oleh karena itu, pengaturan yang tegas diperlukan agar ada kepastian hukum bagi korban, pelaku, maupun aparat penegak hukum terkait kapan sebuah tindak pidana dapat diproses.
Dengan adanya pengaturan ini, setiap tindak pidana yang tidak secara tegas disebut sebagai tindak pidana aduan akan otomatis dianggap sebagai delik biasa, yang proses hukumnya tidak memerlukan pengaduan. Hal ini memastikan konsistensi penerapan hukum serta mencegah timbulnya kesewenang-wenangan atau ketidakpastian dalam penegakan hukum.
