Pasal 17 ayat (2) KUHP Baru: Permulaan Pelaksanaan Tindak Pidana

Pasal 17 ayat (2) KUHP Baru menyatakan:

Permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi jika:
a. perbuatan yang dilakukan itu diniatkan atau ditujukan untuk terjadinya Tindak Pidana; dan
b. perbuatan yang dilakukan langsung berpotensi menimbulkan Tindak Pidana yang dituju.

Penjelasan:

Pasal 17 ayat (2) KUHP Baru menjelaskan bahwa permulaan pelaksanaan tindak pidana terjadi apabila, pertama, perbuatan yang dilakukan memang diniatkan atau ditujukan untuk terjadinya tindak pidana, dan kedua, perbuatan tersebut secara langsung berpotensi menimbulkan tindak pidana yang dituju. Ketentuan ini penting karena menjadi batas yang membedakan antara tahap persiapan dan tahap pelaksanaan dalam proses terjadinya kejahatan.

Unsur pertama menekankan adanya niat jahat atau kesengajaan (mens rea) dari pelaku. Artinya, tindakan yang dilakukan harus benar-benar mencerminkan adanya maksud untuk melaksanakan tindak pidana tertentu. Jika perbuatan tersebut dilakukan tanpa tujuan kejahatan yang jelas, maka belum dapat dianggap sebagai permulaan pelaksanaan. Contohnya, seseorang yang membawa pisau ke tempat umum tanpa maksud untuk menyerang orang lain belum dapat dikategorikan sebagai pelaku percobaan pembunuhan.

Unsur kedua menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukan harus langsung berpotensi menimbulkan tindak pidana yang dituju. Artinya, tindakan pelaku telah berada pada tahap yang cukup dekat dengan akibat yang dilarang oleh hukum. Perbuatan tersebut tidak lagi bersifat persiapan jauh, melainkan sudah dapat menimbulkan akibat pidana apabila tidak digagalkan. Misalnya, ketika pelaku sudah menodongkan senjata dan menarik pelatuk ke arah korban, maka tindakannya sudah merupakan permulaan pelaksanaan pembunuhan.

Tujuan pengaturan ini adalah untuk mencegah kriminalisasi terhadap tindakan yang masih berada dalam tahap awal, yang belum secara langsung menimbulkan ancaman terhadap kepentingan hukum orang lain. Dengan demikian, hanya perbuatan yang benar-benar menunjukkan niat kejahatan dan sudah berada pada tahap pelaksanaan yang nyata yang dapat dianggap sebagai permulaan pelaksanaan.

Sebagai ilustrasi, seseorang yang baru membeli pisau dan mencari tahu alamat calon korban masih berada pada tahap persiapan, karena belum ada tindakan yang langsung menimbulkan akibat pidana. Namun, ketika orang tersebut mendatangi rumah korban dan berusaha memaksa masuk sambil membawa pisau, maka tindakannya sudah masuk dalam tahap permulaan pelaksanaan karena secara langsung berpotensi menimbulkan tindak pidana yang dimaksud.

Dengan demikian, Pasal 17 ayat (2) KUHP Baru memberikan pedoman yang jelas bagi penegak hukum untuk menentukan kapan suatu perbuatan dapat dianggap sebagai permulaan pelaksanaan tindak pidana. Selama terdapat niat yang nyata dan perbuatan yang secara langsung berpotensi menimbulkan akibat terlarang, maka pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas dasar percobaan melakukan tindak pidana.