Pasal 14 KUHP Baru menyatakan:
Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana tidak dipidana, jika pelaku:
a. menarik diri dari kesepakatan itu; atau
b. melakukan tindakan yang patut untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana.
Penjelasan:
Pasal 14 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Baru memberikan ketentuan penting mengenai pengecualian pidana terhadap pelaku permufakatan jahat. Pasal ini menyatakan bahwa “Permufakatan jahat melakukan tindak pidana tidak dipidana, jika pelaku: (a) menarik diri dari kesepakatan itu; atau (b) melakukan tindakan yang patut untuk mencegah terjadinya tindak pidana.”
Ketentuan ini menunjukkan bahwa hukum pidana Indonesia modern tidak semata-mata menitikberatkan pada penghukuman, tetapi juga membuka ruang bagi pemulihan dan pencegahan. Artinya, seseorang yang semula ikut serta dalam kesepakatan jahat untuk melakukan tindak pidana dapat terbebas dari pertanggungjawaban pidana apabila ia secara sukarela menarik diri sebelum tindak pidana tersebut terlaksana. Penarikan diri ini harus dilakukan secara nyata dan dengan itikad baik, bukan semata-mata karena takut tertangkap atau diketahui aparat.
Selain itu, Pasal 14 huruf b menegaskan bahwa pelaku permufakatan yang berinisiatif mencegah terjadinya tindak pidana juga tidak dapat dipidana. Tindakan yang “patut” di sini berarti upaya nyata, wajar, dan efektif untuk memastikan tindak pidana yang telah direncanakan tidak terjadi, seperti melaporkan rencana kejahatan kepada pihak berwenang atau menggagalkan pelaksanaannya dengan cara yang sah.
Secara filosofis, ketentuan ini mencerminkan asas ultimum remedium dan restoratif dalam hukum pidana. Hukum tidak hanya berfungsi menghukum, tetapi juga memberi kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri sebelum kejahatan benar-benar terjadi. Dengan demikian, Pasal 14 KUHP Baru mendorong pergeseran paradigma dari sistem pidana yang represif menuju sistem yang lebih preventif dan humanis.
Dari sudut pandang kebijakan kriminal (criminal policy), pasal ini memperkuat prinsip bahwa tujuan hukum pidana bukan hanya untuk membalas kesalahan, tetapi juga untuk mencegah kejahatan dan memulihkan tatanan sosial. Dengan memberikan insentif hukum bagi orang yang menarik diri atau menggagalkan rencana kejahatan, negara mendorong individu untuk memilih tindakan yang bertanggung jawab secara moral maupun hukum.
