Pasal 12 ayat (2) KUHP Baru menyatakan:
“Untuk dinyatakan sebagai Tindak Pidana, suatu perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan oleh peraturan perundang-undangan harus bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.”
Penjelasan:
Rumusan ini menegaskan bahwa tidak setiap perbuatan yang diancam dengan pidana secara otomatis dapat disebut sebagai tindak pidana. Agar suatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana, perbuatan tersebut harus memiliki sifat melawan hukum, baik dalam arti melawan hukum tertulis (formele wederrechtelijkheid), maupun bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (materiële wederrechtelijkheid).
Unsur “melawan hukum” di sini memiliki makna yang sangat penting. Dalam pengertian formil, suatu perbuatan dianggap melawan hukum apabila perbuatan tersebut secara tegas dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, KUHP Baru memperluasnya dengan menambahkan unsur “bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat,” yang merupakan pengakuan terhadap eksistensi hukum tidak tertulis (living law) seperti norma adat, nilai-nilai moral, dan kaidah sosial yang hidup dan diakui di lingkungan masyarakat Indonesia.
Dengan memasukkan unsur “hukum yang hidup dalam masyarakat,” KUHP Baru memberikan ruang bagi hakim untuk mempertimbangkan nilai-nilai keadilan substantif yang tumbuh dalam masyarakat, bukan hanya sekadar berpegang pada teks undang-undang. Hal ini menandai pergeseran paradigma dari positivisme hukum yang kaku menuju pendekatan sosiologis dan kontekstual, di mana hukum dipandang sebagai sesuatu yang hidup dan berkembang bersama masyarakat.
Selain itu, rumusan ini juga menunjukkan bahwa hukum pidana nasional tidak terpisah dari nilai-nilai sosial dan budaya bangsa. Prinsip ini sejalan dengan cita hukum Indonesia yang berlandaskan pada keadilan sosial dan kemanusiaan. Dengan demikian, Pasal 12 ayat (2) bukan hanya mempertegas unsur “melawan hukum” sebagai syarat mutlak tindak pidana, tetapi juga menjadikan hukum pidana lebih adaptif terhadap dinamika sosial dan nilai-nilai lokal yang hidup di tengah masyarakat.
