Pasal 12 ayat (1) KUHP Baru menyatakan:
Tindak Pidana merupakan perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan.
Penjelasan:
Kalimat “Tindak Pidana merupakan perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan diancam dengan sanksi pidana dan/atau tindakan” mengandung pengertian dasar tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana dalam sistem hukum pidana Indonesia.
Secara sederhana, tindak pidana adalah perbuatan manusia yang dilarang oleh undang-undang dan terhadapnya diancam suatu sanksi apabila larangan tersebut dilanggar. Artinya, tidak setiap perbuatan yang dianggap salah oleh masyarakat otomatis menjadi tindak pidana; hanya perbuatan yang secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan dan memiliki ancaman pidana atau tindakan hukum yang dapat disebut sebagai tindak pidana.
Dalam rumusan KUHP Baru, istilah “dan/atau tindakan” memperluas makna sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku. Jika pada KUHP Lama sanksi hanya berbentuk pidana (seperti penjara, denda, atau hukuman mati), maka KUHP Baru memperkenalkan kemungkinan dijatuhkannya tindakan yang bersifat non-punitif. Tindakan ini bisa berupa rehabilitasi, konseling, pengawasan, perawatan, atau bentuk intervensi sosial lainnya yang bertujuan memperbaiki perilaku pelaku dan melindungi masyarakat, bukan semata-mata menghukum.
Dengan demikian, ketentuan ini menunjukkan perubahan orientasi hukum pidana Indonesia. Tindak pidana tidak hanya dilihat dari sisi pelanggaran terhadap norma hukum tertulis, tetapi juga dari tujuan sosialnya, yaitu untuk menegakkan ketertiban dan keadilan sekaligus memberikan ruang bagi pemulihan. Rumusan ini mencerminkan pergeseran paradigma dari sistem hukum yang hanya menekankan aspek pembalasan (retributif) menuju sistem yang lebih restoratif dan humanis.
