Hukum Perusahaan

Definisi Perseroan Terbatas Setelah Berlakunya UU Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja

Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menyatakan: “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.” Pasal 109 UU Nomor…

Aturan UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang Sudah Direvisi

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah mengalami beberapa revisi melalui undang-undang dan peraturan lainnya untuk menyesuaikan dengan perkembangan dunia usaha dan hukum di Indonesia. Berikut adalah beberapa perubahan utama: Contoh Revisi atau Penggantian Modal Dasar dan Modal Disetor: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS): Pemegang Saham Tunggal: Revisi ini dimaksudkan untuk mempermudah pendirian…

Ingin Berkonsultasi Hukum Secara Online? Silakan Klik Gambar Di Bawah

Pilihan Tulisan

All

Pasal 24 ayat (2) KUHP Baru: Penentuan Tindak Pidana Aduan (Klacht Delicten)

Pasal 24 ayat (2) KUHP Baru menyatakan: “Tindak Pidana aduan harus ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.” Penjelasan: Ketentuan pada ayat (2) menegaskan bahwa suatu tindak pidana hanya dapat digolongkan sebagai tindak pidana aduan apabila Undang-Undang secara tegas menyebutkannya. Artinya, Undang-Undang harus secara eksplisit menentukan bahwa tindak pidana tertentu hanya dapat diproses apabila ada pengaduan dari...

Pasal 24 ayat (1) KUHP Baru: Tindak Pidana Aduan (Klacht Delicten)

Pasal 24 ayat (1) KUHP Baru menyatakan: “Dalam hal tertentu, pelaku Tindak Pidana hanya dapat dituntut atas dasar pengaduan.” Penjelasan: Pasal 24 ayat (1) KUHP Baru menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, pelaku tindak pidana hanya dapat dituntut berdasarkan pengaduan. Ketentuan ini berkaitan dengan konsep tindak pidana aduan atau klacht delicten, yaitu tindak pidana yang proses...

Pasal 23 ayat (3) KUHP Baru: Penerapan Status Pengulangan pada Tindak Pidana Penganiayaan

Pasal 23 Ayat (3) KUHP Baru menyatakan: “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku untuk Tindak Pidana mengenai penganiayaan.” Penjelasan: Pasal 23 ayat (3) KUHP Baru menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengulangan tindak pidana sebagaimana diatur dalam ayat (1) juga berlaku untuk tindak pidana penganiayaan. Artinya, meskipun penganiayaan tidak selalu digolongkan sebagai tindak pidana berat,...

Pasal 23 Ayat (2) KUHP Baru: Batasan Jenis Tindak Pidana yang Menimbulkan Status Residivis

Pasal 23 Ayat (2) KUHP Baru menyatakan: “Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus, pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, atau pidana denda paling sedikit kategori III.” Penjelasan: Pasal 23 ayat (2) KUHP Baru memberikan batasan mengenai jenis-jenis tindak pidana yang dapat dihitung sebagai dasar...

Pasal 23 ayat (1) KUHP Baru: Pengulangan Tindak Pidana

Pasal 23 ayat (1) KUHP Baru menyatakan: Pengulangan Tindak Pidana terjadi jika Setiap Orang: a. melakukan Tindak Pidana kembali dalam waktu 5 (lima) tahun setelah menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan atau pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan; atau b. pada waktu melakukan Tindak Pidana, kewajiban menjalani pidana pokok yang dijatuhkan terdahulu belum...

Pasal 22 KUHP Baru: Pengaruh Keadaan Pribadi Pelaku dan Pembantu terhadap Pemidanaan

Pasal 22 KUHP Baru menyatakan: “Keadaan pribadi pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 atau pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat menghapus, mengurangi, atau memperberat pidananya.” Penjelelasan: Makna Pasal 22 KUHP Baru menegaskan bahwa keadaan pribadi (personal circumstances) milik pelaku maupun pembantu dapat memengaruhi penjatuhan pidana. Ketentuan ini memberikan kewenangan kepada hakim untuk menilai faktor-faktor...

Pasal 21 ayat (5) KUHP Baru: Penerapan Pidana Tambahan bagi Pembantu Tindak Pidana

Pasal 21 ayat (5) KUHP Baru menyatakan: “Pidana tambahan untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.” Penjelasan: Pasal 21 ayat (5) KUHP Baru mengatur bahwa pidana tambahan yang dapat dijatuhkan kepada pembantu tindak pidana bersifat sama dengan pidana tambahan yang berlaku bagi pelaku utama. Artinya, meskipun pembantu menerima...

Pasal 21 ayat (4) KUHP Baru: Batas Pemidanaan Pembantuan dalam Tindak Pidana Berat

Pasal 21 ayat (4) KUHP Baru menyatakan: “Pembantuan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.” Penjelasan: Pasal 21 ayat (4) KUHP Baru memberikan pengaturan khusus mengenai pemidanaan terhadap pembantu dalam tindak pidana yang memiliki ancaman paling berat, yaitu tindak...

Hukum Pemberantasan Korupsi

Tindak Pidana Penyuapan Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 5 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan: Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (rima) tahun dan atau denda paling Sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan…

Tindak Pidana Korupsi Karena Menguntungkan Diri Sendiri dengan Penyalahgunaan Wewenang

Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan kouangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana…

Peraturan Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan, baik dari segi regulasi maupun kelembagaan. Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960 hingga hadirnya berbagai Undang-undang dan Peraturan Presiden terbaru, negara menunjukkan komitmennya dalam membangun sistem hukum yang lebih tegas dan terstruktur untuk memerangi korupsi. Peraturan-peraturan tersebut tidak hanya…